GridPop.ID - Angka kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Indonesia nampaknya semakin bertambah setiap harinya.
Kekerasan yang dialami para perempuan terlebih ibu rumah tangga terjadi dengan pelaku merupakan anggota korban atau bahkan suaminya sendiri.
Seperti yang dialami wanita muda ini yang dinikahi saat masih remaja hingga akhirnya dianiaya oleh suaminya sendiri.
SM (17), asal Rangkasbitung, Banten, tak pernah menyangka suaminya, AA (37), tega menganiayanya hanya gara-gara tak pandai memasak.
Tak hanya itu, hampir setahun SM dilarang tak boleh keluar dari rumah kontrakannya di Desa Kapasiran, Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Duka SM berawal saat ia berusia 13 tahun. Saat itu harus menikah dengan AA yang usianya berbeda sekitar 20 tahun dengan dirinya.
Mereka menikah secara siri. SM lalu tinggal di rumah kontrakan AA.
Namun, keberadaan SM tak banyak diketahui oleh tetangganya.
Saban, Ketua RT 003, bercerita, saat pertama kali datang merantau, AA tak pernah melaporkan keberadaan istrinya ke RT setempat.
AA juga tak pernah melapor bahwa telah menikah.
Bahkan jika dilihat dari kartu keluarganya, status AA belum menikah.
"Belum punya anak juga, karena kan ini (SM) umurnya baru 17 tahun, nikahnya umur 13 tahun. Jadi mereka sering pindah-pindah (mengontrak)," ungkap Saban.
"Awal mulanya dia ke sini ngontrak, pengakuannya dia sendiri, enggak punya istri, tapi infonya memang nikah siri," imbuh dia.
Sebagai ketua RT, Saban mengaku tak pernah mengetahui keberadaan perempuan di rumah AA hingga kasus penganiayaan tersebut terungkap setelah sang SM berhasil melarikan diri.
"Saya juga enggak tahu sama sekali kalau perempuan ini tinggal di situ, jadi enggak pernah lihat kesehariannya. Apalagi rumahnya di pinggir jalan raya dan lingkungannya sepi, kanan kirinya masih ada yang kosong," ungkapnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dinikahi Usia 13 Tahun, Ibu Muda Disekap Selama 4 Tahun dan Dianiaya karena Tak Bisa Masak"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar