Saat menunggu itulah, seorang pelaut dikabarkan mengeluh sakit di dada, dan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat, di mana dia meninggal pada 27 April.
Kelompok HAM yang menyelidiki kematian empat orang di kapal kemudian melaporkannya kepada Garda Penjaga Pantai Korea Selatan (KCG), untuk segera menyelidikinya.
Seoul dilaporkan bisa melakukan investigasi, karena pada 2015 mereka meratifikasi perjanjian internasional untuk mencegah perdagangan manusia. Termasuk di dalamnya kerja paksa dan eksploitasi seksual.
Namun dua hari setelah peristiwa itu, kapal tersebut langsung meninggalkan lokasi sehingga investigasi tak bisa dilanjutkan.
Untungnya, demikian terjemahan yang dipaparkan Hansol, masih ada pelaut yang berada di Busan, di mana mereka ingin melaporkan pelanggaran HAM.
Kru tersebut dilaporkan sudah meminta pemerintah Korea Selain untuk menggelar penyelidikan menyeluruh, di mana mereka mengaku ingin memberi tahu dunia tentang apa yang mereka alami.
Penjelasan Kementerian Luar Negeri RI
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri memberikan penjelasan terkait dengan penanganan jenazah yang dilakukan di kapal, yang diidentifikasi bernama Long Xin 629 dan Long Xin 604.
Dijelaskan bahwa pada Desember 2019 dan Maret 2020, terjadi kematian pada tiga ABK asal Indonesia ketika mereka tengah berlayar di Samudera Pasifik.
Kapten kapal kemudian memutuskan untuk melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular, dan sudah mendapat persetujuan dari kru kapal lainnya, sesuai dalam poin tiga rilis yang tercantum di situs Kemlu.
KBRI Beijing kemudian menyampaikan nota diplomatik untuk meminta klarifikasi mengenai kasus yang tengah terjadi.
Dalam penjelasannya, Kementerian Luar Negeri China menerangkan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan kru kapal lainnya.
Meski begitu, guna meminta penjelasan mengenai pelarungan jenazah apakah sudah ketentuan Badan Pekerja Dunia (ILO), maupun mengenai perlakuan yang diterima ABK WNI lainnya, Kemlu akan memanggil Duta Besar China.
(*)
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Septiana Risti Hapsari |
Editor | : | Veronica Sri Wahyu Wardiningsih |
Komentar