Kenaikan defisit tersebut terjadi lantaran realisasi pendapatan negara yang mengalami kontraksi sebesar 9,8 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Pada semester I tahun ini, realisasi belanja pemerintah tercatat mencapai Rp 811,2 triliun atau 47,7 persen dari target yang ditetapkan dalam Perpres 72 tahun 2020 yang sebesar Rp 1.699,9 triliun.
Di sisi lain, belanja negara mengalami pertumbuhan sebesar 3,3 persen menjadi Rp 1.068,9 triliun.
Angka tersebut setara dengan 39 persen dari target yang ditetapkan dalam Perpres 72 tahun 2020 yang sebesar Rp 2.739,2 triliun.
Dari sisi penerimaan Sri Mulyani merinci, penerimaan perpajakan mengalami kontraksi hingga 9,4 persen menjadi Rp 624,9 triliun.
Untuk penerimaan pajak sendiri menurun 12 persen menjadi Rp 531,7 triliun.
Penerimaan dari kepabeanan dan cukai yang tumbuh positif 8,8 persen menjadi Rp 93,2 triliun.
Namun demikian tidak mampu mengimbangi kontraksi di sektor penerimaan pajak.
Sementara dari sisi belanja, pertumbuhan terutama terjadi pada belanja pemerintah pusat Rp 668,5 triliun yang tumbuh 6 persen.
Untuk menutup defisit APBN yang melebar pada semester pertama ini, Sri Mulyani mengatakan, realisasi pembiayaan anggaran sudah mencapai Rp 416,2 triliun.
Angka tersebut tumbuh hingga 136 persen dari realisasi periode yang sama pada 2019, Rp 176,3 triliun.
Sri Mulyani menekankan, pertumbuhan pembiayaan anggaran yang tinggi dikarenakan peningkatan kebutuhan penanganan Covid-19.
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Septiana Hapsari |
Editor | : | Septiana Hapsari |
Komentar