Kadang kala, rasa kecewa para perawat tidak timbul karena perilaku pasien saja. Masyarakat umum, bahkan kerap memperlakukan para perawat dengan tidak baik.
Disudutkan dan dijauhi masyarakat sering sekali dirasakan DA dan teman-teman perawat lainya.
D misalnya, ketika sedang tidak berdinas, dia menyempatkan diri beristirahat dan membeli minum. D yang masih berada di dalam lingkungan Wisma membeli minum di warung yang berada di luar, hanya pagar yang memisahkan mereka.
Namun, saat ingin membeli, D kerap kali tidak dilayani.
"Dia enggak mau melayani kita, gara-gara dia takut. Tapi orang lain dilayani," ucapnya.
Saat makan pun sama, pernah suatu ketika teman perawatnya mendapat jatah pulang dan sebelumnya sudah dikarantina 14 hari.
Ketika pulang, teman D ingin makan di sebuah warung nasi yang pagi itu baru buka. Awalnya dia dilayani dengan baik, ketika sang penjaga warung melihat teman D memakai baju bertuliskan Wisma Atlet, seketika perlakuan berubah.
"Pas ibunya (penjaga warung) melihat baju temen saya, dia bilang, ‘Maaf sudah habis makanannya, sudah mau tutup’," katanya.
Belum lagi mendengar komentar-komentar masyarakat yang tak berdasar. Seketika emosi D memuncak ketika ada yang bilang bahwa Covid-19 adalah konspirasi, ajang rumah sakit cari uang, Covid-19 tidak ada.
"Saya sendiri yang mengalami langsung. Mana ada cari untung di sana? Saya sendiri harus ngerasaain susahnya ngambil napas demi napas cuma untuk kalian, orang-orang yang saya enggak kenal. Jadi kesal aja," kata D.
Ditambah lagi saat melihat warga yang tidak taat protokol kesehatan. Mall dibuka dan banyak kerumunan di rumah makan membuat hati D meringis.
Seperti kecewa tetapi tak tahu harus bilang ke siapa. Seperti tidak menghargai tugas para tenaga medis yang berulang kali mengimbau agar tidak keluar rumah.
"Saya bingung. Jangan-jangan saya yang salah karena cuma saya yang takut untuk keluar rumah," ucap D.
Harapan sederhana
Kini D sudah pulang ke rumah, dia direncanakan akan kembali bertugas di Wisma Atlet pada September mendatang. Berjibaku dengan tebalnya APD dan ribuan watak pasien pun akan dihadapinya lagi.
Saat ditanya, apa harapan seorang D di tengah situasi pandemik ini? Dia pun menjawab.
"Pengin banget semua (Covid-19) kelar. Pengin jalan-jalan, pengin liburan, kangen enggak sih bisa jalan-jalan kayak dulu?" ungkapnya.
Mungkin D sudah merancang dengan matang ke mana saja dirinya akan pergi ketika pandemi Covid-19 ini berakhir.
Benar-benar sebuah harapan yang sederhana. Membuktikan bahwa para perawat juga seorang manusia biasa, ingin liburan, ingin bersenang-senang dan lepas dari bayang-bayang Covid-19.
Namun, perjuangan mereka menuju masa liburan indah masih panjang. Belum tahu pasti kapan pandemi akan berakhir.
Selama waktu yang belum pasti itulah mereka akan terus bekerja dan bertaruh nyawa. Tidak banyak sebenarnya yang mereka minta. Mereka hanya berharap dihargai dan dapat dukungan masyarakat selama bertugas.
Dua hal sederhana itu mungkin akan jadi pemicu semangat mereka bertugas. Dukungan itu dapat melupakan rasa lelah bahkan ketakutan mereka menjadi korban Covid-19 selanjutnya.
GridPop.ID (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Perawat di Wisma Atlet Kemayoran: Lelah, Makian, dan Harapan"
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Veronica S |
Komentar