Menurut dia, jika kita menemukan kopi tidak memiliki rasa dan cokelat tidak memiliki rasa selain pahit atau manis, maka kita telah kehilangan penciuman.
"Saat kita mengunyah makanan, molekul naik melalui tepi rongga hidung untuk mencapai reseptor penciuman di bagian atas hidung."
"Oleh karena itu, hal-hal seperti kopi dan cokelat tidak memiliki 'rasa'," ujar dia.
Peneliti menerapkan metode ini pada skala yang lebih ketat, menggunakan kopi dalam tes olfaktorius untuk penciuman.
Sementara, artikel terbaru di jurnal medis Inggris BMJ juga mendorong praktisi medis untuk menggunakan kopi sebagai alat diagnostik.
Artikel BMJ lainnya mencakup pengalaman orang pertama dari ahli saraf, Brasil Sofia Mermelstein, yang menduga dia mungkin terinfeksi virus corona setelah dia kehilangan kemampuannya mencium kacang Brasil segar.
Sebagai bagian dari upaya yang lebih luas di awal semester ini untuk menjaga keamanan kampus selama kelas tatap muka, Penn State University College of Agricultural Sciences sudah mengunakan metode ini.
Di kampus disiapkan alat "Pemeriksaan Bau Harian" yang meminta mahasiswa untuk minum kopi setiap hari.
Tentu saja, mencium aroma kopi bukanlah ilmu yang sempurna, dan tidak boleh disalahartikan sebagai tes kesehatan yang sah.
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Arif B |
Editor | : | Veronica S |
Komentar