"Diskriminasi ini yang menyebabkan perempuan dalam posisi subordinat dan obyek seksual," lanjut Fuad.
"Dengan posisi tersebut, perempuan gampang disalahkan dengan menggunakan latar belakang, gerak gerik, dandanan, cara busana dan lingkungan pergaulannya sebagai alasan pembenar tindak pelecehan seksual," lanjut Fuad.
Kondisi kian sulit saat korban pelecehan seksual mengalami ketergantungan psikis, finansial dan sosial yang menyebabkan si korban merasa bimbang saat hendak mengungkap pelecehan dan kekerasan seksual lainnya.
"Di samping itu, faktor ketergantungan psikis, finansial dan sosial korban terhadap pelaku menyebabkan korban mengalami dilema untuk mengungkap kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual lainnya yang dialaminya," papar Fuad.
Terkait payung hukum yang melindungi dan memulihkan kondisi korban pelecehan seksual hingga kini belum ada yang mumpuni.
"Mengingat situasi perlindungan hukum saat ini, Komnas Perempuan juga mendorong aparat penegak hukum untuk menyikapi dengan sungguh-sungguh."
"Tentu dengan tetap mengedepankan empati kepada perempuan korban, dan mencegah kriminalisasi korban," ujar Fuad.
Hal ini sangat penting dalam memastikan pelaksanaan tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak konstitusional warga, khususnya perempuan, pada perlindungan diri dan rasa aman, seperti yang tertuang dalam Pasal 28 G Ayat 1, serta untuk bebas dari diskriminasi atas dasar apa pun.
Source | : | Kompas.com,Tribun Seleb |
Penulis | : | Ekawati Tyas |
Editor | : | Ekawati Tyas |
Komentar