"Setelah dikabari tidak naik kelas saya minta rapor saya di bagian mana saya yang membuat tidak naik kelas tetapi nggak dikasih. Dari kejadian ini semua mulai disita seperti laptop, ponsel jadi nggak bisa komunikasi,” ungkapnya.
Ajeng cukup cerdik sebelum ponsel diserahkan kepada orangtua angkatnya, sempat mencopot kartu SIM miliknya.
Dia juga teringat bahwa masih memiliki ponsel yang tidak terpakai.
Dengan menggunakan ponsel itu, ia mencoba menghubungi kawannya dan menyampaikan niatnya untuk kabur dari rumah.
Sebelum kabur dari rumah ia siapkan dokumen-dokumen seperti ijazah dan pakaian.
“Saat itu hanya membawa beberapa potong baju saja, sama uang Rp 200.000. Setelah itu saya berniat mencari kerja di Malang karena kotanya lebih besar pasti ada pekerjaan di sana, kat dia.
Tak lama, Ajeng mendapatkan informasi ada sebuah warung makan yang membutuhkan pramusaji.
Tak hanya sebagai pramusaji, Ajeng juga berkesempatan menjadi pengasuh bayi dan bekerja di sebuah binatu.
Dari pekerjaan itu ia akhirnya bisa membeli sebuah smartphone dan mulai membuat akun media sosial mulai dari Facebook, Instagram, dan lainnya.
Setelah membuat akun media sosial, Ajeng mendapatkan pesan di akun instagramnya.
Pesan itu berisi bahwa Ajeng mirip sekali dengan keponakannya yang hilang. Setelah berbincang ternyata pengirim pesan adalah bibinya dari ayah kandung Ajeng.
Ajeng juga tidak mudah percaya pada saat itu, lalu dari pesan Instagram beralih ke video call.
"Video call ada bibi, ada nenek, pasti nangis pertama kali dikenalin saudara dari istri papa yang pertama," ujarnya.
Source | : | Kompas.com,Tribun Jateng |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Veronica S |
Komentar