GridPop.ID - Kini dunia sedang dihadapi dengan situasi pandemi Covid-19 yang menggila.
Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2).
Nyaris dua tahun Covid-19 melanda dunia sejak pertama muncul akhir 2019 di Wuhan China hingga kini penangkalnya belum juga ditemukan.
Sejalan dengan perkembangan kasus positif di seluruh dunia, pandemi Covid-19 diprediksi akan menjadi endemi.
Meski begitu tak sedikit ahli pesimistis virus corona akan menjadi endemi dalam waktu dekat.
Perihal berganti statusnya Covid-19 dari pandemi menjadi endemi sebelumnya juga disampaikan WHO.
Namun, status endemi yang bakal disandang Covid-19 yang disampaikan WHO bersifat kemungkinan.
Dilansir dari Tribunnews.com, gejala yang paling umum dialami orang yang terinfeksi Covid-19 adalah demam tinggi, batuk kering yang tak kunjung mereda, hilangnya indera perasa, dan penciuman, kesulitan bernapas atau sesak napas.
Sebelum adanya pandemi virus Covid-19, ternyata dunia juga pernah dihadapi dengan pandemi yang cukup menggila.
Pandemi itu terjadi setelah Perang Dunia I, yang mana pandemi itu akibat penyakit aneh Encephalitis Lethargica, atau “Penyakit Tidur”.
Bencana kesehatan ini tercatat lebih dari setengah juta orang di Eropa terjangkit, lalu menyebar ke seluruh dunia sehingga menularkan banyak orang.
Masalahnya, hingga 100 tahun lebih setelah penyakit itu mewabah, penyebab tentang penyakit tidur ini masih belum diketahui umat manusia dengan pasti.
Para peneliti pun masih berupaya mengumpulkan lebih banyak informasi relevan tentang pandemi penyakit tidur hingga saat ini.
Dilansir dari Kompas.com, gejala aneh penyakit tidur pada 1916 dimulai dengan gejala yang tidak memungkinkan tenaga medis segera memberikan diagnosis.
Awalnya penderita mengalami kelelahan, demam dan sakit kepala hebat, nyeri sendi dan berbagai gejala lainnya.
Ketika sistem saraf pusat mulai terserang, korban menderita kelesuan mental dan fisik yang ekstrem, maka dinamakan "penyakit tidur", diikuti oleh kejang, koma dan kematian.
Perubahan dalam tubuh cukup lambat, namun perilaku aneh neuropsikiatri (sistem saraf) yang diperlihatkan menyebabkan orang mengantuk lesu.
Dalam kondisi ini, pasien yang tidur seperti sudah memasuki keadaan koma. Secara umum pasien menunjukkan berbagai macam gejala pasca ensefalitis (koma), mulai dari kelumpuhan hingga membeku dengan otot-otot kaku seperti patung dalam tidur.
Perubahan ini dianggap sebagai gejala lanjutan dari penyakit tidur yang memburuk. Anehnya, tidak semua pasien penyakit tidur mengalami gejala-gejala tersebut.
Selain itu, tingkat keparahan tiap pasien juga berbeda satu sama lain.
Literatur medis saat itu melaporkan sepertiga dari pasien meninggal karena gagal napas karena disfungsi neurologis, sehingga penyakit tidur dianggap sangat mematikan hingga meresahkan.
Beberapa ratus ribu orang meninggal karena penyakit tidur ini, walaupun sebagian besar masih bisa sembuh.
Sekelompok orang berbeda yang selamat dari wabah penyakit tidur melaporkan masih merasakan lesu.
Kondisi itu memaksa mereka tidur dalam keadaan tertentu selama bertahun-tahun.
Ketika survei dilakukan terhadap pasien yang sembuh, mereka juga mengatakan mengalami kekakuan otot ketika sedang istirahat.
Berdasarkan kesaksian pasien dan penelitian, dokter mencoba obat baru bernama L-dopa yang dikembangkan untuk penyakit Parkinson.
Pasien dilaporkan memberikan respons positif terhadap obat tersebut. Pada waktu yang sama ketika pandemi penyakit tidur merebak, wabah influenza (flu spanyol-1918) yang terkenal lebih mematikan juga dimulai.
Beberapa peneliti ada yang menyimpulkan penyakit tidur mungkin ada hubungannya dengan penyebab infeksi influenza ini.
Ada juga peneliti yang meyakini bentrokan kedua wabah itu hanya kebetulan belaka.
Sementara penelitian lebih lanjut mengatakan kemungkinan ada pemicu lain yang memperburuk dampak penyakit tidur, yang sebenarnya mungkin bisa dengan mudah disembuhkan sebelumnya.
Ancaman penyakit tidur Pada 17 April 1917, Dr Constantin von Economo membagikan ilmunya tentang penyakit baru yang dinamakan Encephalitis Lethargica.
Dia membagikan informasi ini pada pertemuan Society for Psychiatry and Neurology. Segera setelah mendiskusikan penyakit ini dengan orang lain, dan menerbitkan artikel pertama tentang penyakit tidur, Encephalitis Lethargica.
Dalam artikel tersebut, ilmuwan itu menjabarkan serangkaian peristiwa yang dialami penderita penyakit tidur.
Pasien dilaporkan mengalami waktu tidur yang sangat lama, seolah masuk dalam keadaan koma karena penyakit ini.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar