GridPop.ID - Kondisi perekonomian di Afghanistan kini tengah berada dalam kondisi krisis.
Sejak Taliban menguasai negara Afghanista, segala urusan pelayanan masyarakat mulai dari fasilitas kesehatan hingga bank dibekukan di sana.
Kondisi ekonomi yang tak menentu di Afghanistan ini berimbas pada masyarakat miskin di sana.
Tak hanya krisis ekonomi, krisis moral juga terjadi di negara tersebut.
Sebuah kisah yang sangat memilukan dialami oleh keluarga miskin di sana.
Seperti kisah seorang ibu bernama Saleha yang harus berjuang hidup di tengah krisis tersebut.
Merujuk artikel terbitan Kompas.com, Saleha bekera sebagai pembersih rumah di kota barat, Herat. Upahnya per hari hanya dibayar Rp 10.000.
Gaji tersebut tak cukup untuk menghidupi keluarganya, Saleha pun terpaksa berhutang pada seorang pria dengan jumlah 400 poundsterling atau setara dengan Rp 7,7 juta.
Terlilit utang dalam jumlah yang besar, Saleha kini sedang berada dalam dilema.
Ia diberi tahu oleh si pemberi pinjaman jika utangnya akan dihapus jika Saleha mau menjual putrinya, Najiba yang baru berusia tiga tahun.
Jika Saleha tak segera membayar utangnya tersebut, putrinya akan diambil dari rumahnya.
Anak perempuan itu nantinya akan bekerja di rumah pemberi pinjaman, sebelum dinikahkan dengan salah satu putranya ketika dia mencapai pubertas.
Permasalahan yang dialami Saleha ini marak terjadi di Afghanistan saat ini.
Terkait kondisi krisis kemanusiaan ini, para perwakilan dari Amerika Serikat (AS) dan Taliban menggelar pembicaraan di Qatar selama akhir pekan.
Kembali mengutip Kompas.com, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price pada Selasa (12/10/2021) menuturkan, pembicaraan tersebut membahas bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan.
Dia menuturkan, kedua belah pihak terlibat dalam diskusi yang produktif dan pembicaraan tersebut sebagian besar bernada positif.
Di sisi lain, seorang pejabat Taliban mengatakan warga Afghanistan harus terbiasa dengan kesulitan selama beberapa bulan.
“Kami menderita selama 20 tahun berperang, kami kehilangan anggota keluarga kami, kami tidak memiliki makanan yang layak, dan pada akhirnya kami dihargai dengan pemerintah ini.
Jika orang harus berjuang selama beberapa bulan, lalu kenapa?” kata pejabat itu.
“Popularitas tidak penting bagi Taliban,” tambahnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | Andriana Oky |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar