Penyebab poliandri
Menurut Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono, pada jenis poliandri non legal atau ia sebut sebagai poliandri sosiologis, ada sejumlah kemungkinan faktor penyebabnya.
"Di kajian saya, ini terkait dengan semakin berkembangnya yang disebut otonomi perempuan. Di mana perempuan itu punya kemampuan ekonomi, dia bekerja, dia punya pendapatan," kata Drajat kepada Kompas.com, Minggu (30/8/2020) malam.
Drajat menyebutkan, dengan kondisi itu, perempuan kemudian memiliki kemampuan dan kewenangan untuk memutuskan hal-hal tentang dirinya, termasuk poliandri.
"Di Indonesia memang jarang, tetapi di luar negeri, ada beberapa suku yang mengesahkan poliandri. Jadi, secara adat, itu diizinkan, misalnya di India, di Kenya, di Tibet," kata Drajat.
Ia mengungkapkan, tidak populer atau tidak lazimnya poliandri saat ini karena kultur patrimonial yang dianut, di mana laki-laki menjadi pimpinan di dalam keluarga.
Namun, secara sosiologis, Drajat mengatakan, perempuan memungkinkan memiliki lebih dari satu suami.
"Secara sosiologis, perempuan kini memiliki liberasi yang lebih luas, otonomi yang lebih luas, dan kuasa ekonomi yang lebih dibandingkan beberapa laki-laki," jelasnya.
"Maka, kemudian secara sosiologis itu terbuka," lanjut dia.
Sementara, untuk jenis poliandri yang legal, Drajat menilai, sulit untuk dilakukan di Indonesia.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Sosok.id |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar