GridPop.ID - Peristiwa pilu terjadi di Pantai Payangan.
Dilansir dari laman kompas.com, jumlah total korban meninggal dunia yang terseret ombak Pantai Payangan saat melakukan ritual sebanyak 11 orang.
Satu di antara mereka adalah anggota polisi asal Kabupaten Bondowoso.
“Semua sudah ditemukan, jumlah total korban meninggal dunia ada 11 orang,” kata Kasat Polairud Polres Jember, AKP M Nai pada Kompas.com via telepon.
Peristiwa memilukan tersebut bermula ketika sekelompok orang melakukan ritual di Pantai Payangan.
Dari 23 peserta ritual, 11 di antaranya meninggal dunia akibat terseret ombak. Ritual tersebut dijalankan oleh anggota Padepokan Jamaah Tunggal Jati Nusantara.
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Jember AKBP Hery Purnomo mengatakan, ritual itu dijalankan dengan berbagai tujuan, antara lain untuk menyelesaikan masalah keluarga, melancarkan usaha, hingga untuk memudahkan mendapat pekerjaan.
“Kata guru spiritual mereka, masalah-masalah itu bisa diselesaikan secara ritual di Pantai Payangan,” ujarnya dalam program Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Minggu.
Hery menjelaskan, para peserta awalnya menjalankan ritual di pinggir pantai. “Di sana mereka membaca doa-doa,” ucapnya.
Setelahnya, peserta mulai beranjak ke laut. Diawali dengan tabur bunga, peserta kemudian membentuk dua barisan dan saling bergandengan tangan.
“Ada kegiatan ritual menyucikan diri mandi di air laut,” ungkap Hery.
Saat melakukan ritual itu, ombak besar tiba-tiba menghantam mereka.
“Menurut korban selamat, mereka tidak melihat ombak yang dari arah kanan, tiba-tiba datang menerjang. Di sana ada tebing yang halangi pandangan,” tuturnya.
Sementara itu, sosok pemimpin kelompok Tunggal Jati Nusantara yang melakukan ritual maut di Pantai Payangan, Jember, akhirnya terungkap.
Pimpinan kelompok tersebut bernama Hasan yang diketahui selamat dari ritual tersebut.
Menurut Kepala Desa Dukuk Mencek, Nanda Setiawan, pemimpin kelompok tersebut bukanlah seorang kiai atau ustaz.
Sebelum mendirikan kelompok itu, Hasan sempat merantau ke Malaysia dan kembali ke kampungnya pada 2014.
Selama ini Hasan memiliki beberapa pekerjaan, di antaranya menjadi MC hingga berjualan online.
"Kerjanya kadang-kadang MC dangdut, sementara ini jual online kayak tisu," ujar Nanda, dikutip dari tribunwow.com, Senin (14/2/2022).
Nanda menyebut Hasan biasa menggelar pertemuan dengan kelompok tersebut di rumahnya.
Di rumahnya pun terapat tulisan berbahasa Arab berbunyi Tunggal Sejati Nusantara.
"Rumah yang dipakai ruang tamu biasa, tidak ada padepokan atau aulanya," lanjutnya.
Hasan sudah menggelar pertemuan di ruang tamu rumahnya sejak dua tahun lalu.
Pihak desa awalnya tak menaruh curiga karena biasanya Hasan dan anak buahnya mengaji saat pertemuan berlangsung.
“Awalnya seperti itu, tapi kok lama-lama ada seperti ini, itu saya kurang tahu,” sambung Nanda.
Kepala desa itu menambahkan, Hasan sudah kerap menggelar ritual di pantai.
Namun, biasanya peserta tak sebanyak saat insiden maut berlangsung,
Selama ini, para anggota kelompok itu mendatangi Hasan untuk berkonsultasi.
Ada yang memiliki masalah ekonomi, kesehatan, hingga masalah keluarga.
“Kayaknya orang yang datang ke sana itu yang susah, mungkin sakit atau kesulitan ekonomi dan masalah keluarga," tukasnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,TribunWow |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar