"Tapi setahun kemudian harus pulang sebagai orang yang di-PHK,"
Saat itu, kata Emil, pilihannya hanya dua, yakni pulang sebagai pecundang atau nekat bekerja di negeri orang walau tanpa jaminan.
Akhirnya, setelah memohon agar visanya tidak dicabut, ia melamar ke sekitar 100 perusahaan di Amerika Serikat, dan dari 100 itu, ia hanya mendapat 5 kali kesempatan wawancara.
Emil mengatakan dua wawancara pertamanya tidak berjalan baik karena pihak perusahaan merendahkan kemampuannya sebagai arsitek dan memandang lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak prospektif.
Pada wawancara di perusahaan ketiga, ia akhirnya bisa diterima setelah percaya diri menyatakan bahwa ia sempat menjadi mentor komputer kepada rekan-rekannya di Indonesia.
Di perusahaan inilah, ia kemudian meniti karier dari bawah sampai menjadi kepercayaan perusahaan di proyek Beijing Finance Street.
Dengan kerja kerasnya, pun sempat merasakan menjadi pekerja berkedudukan tinggi setelah naik jabatan di perusahaan tersebut.
Namun cerita manis ini tak berlangsung seterusnya.
Akibat kelalaian HRD yang lupa mengurus visa kerjanya, karier Ridwan Kamil harus terputus.
Di sinilah ia merasa sangat kesulitan, sendirian, karena saat itu ia tidak memiliki perlindungan sebagai PMI layaknya saat ini.
Saat terkena PHK untuk kedua kalinya, istri tercintanya Atalia Praratya sedang hamil delapan bulan.
Source | : | Tribunnews.com,Tribun Style |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar