Ia dan istrinya tidak bisa segera pulang ke Tanah Air karena wanita hamil berusia delapan bulan tidak dibolehkan naik pesawat.
Ia pun berusaha kembali bekerja di New York walau tanpa visa.
"Di-PHK tidak ada pesangon, tidak ada asuransi, dan biaya melahirkan di Amerika Serikat itu Rp 70 juta, uang dari mana?"
"Yang dilakukan, saya pun akhirnya pernah bekerja tanpa visa, dengan julukan ilegal migran."
"Saya kerjanya tukang ukur bangunan. Dengan gaji UMR, anjlok dari gaji profesional," katanya.
Akhirnya, sang istri melahirkan anak pertamanya, Emmeril Kahn Mumtadz, di rumah sakit khusus warga miskin kota New York, demi mendapatkan jaminan pembiayaan persalinan.
Pendapatan saya yang di atas UMR itu nanggung. Asuransi tidak punya dan gaji juga tidak cukup untuk membayar biaya persalinan."
"Saya minta gaji saya diturunkan sedikit di bawah UMR supaya masuk ke rumah sakit itu. Anak pertama Gubernur Jabar akhirnya lahir dengan status warga miskin kota penerima bansos," katanya.
Baru setelah dua bulan melahirkan anak pertamanya, mereka pun bisa pulang ke Tanah Air.
Itu setelah 4,5 tahun mereka berada di Amerika.
Selama tujuh tahun menjadi PMI sejak 1997 sampai 2004, Emil juga sempat mengadu nasib di Hong Kong.
Ia berada di sana hampir selama 2,5 tahun.
"Itu jatuh bangun saya sebagai pekerja migran, semua sendiri."
"Saya tidak mau kisah saya ini terulang, makanya kalau ada apa-apa, PMI segera register di Jabar Migrant Service Center," tuturnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Tribunnews.com,Tribun Style |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar