Pada beberapa tahun lalu, ada kejadian dimana seorang pasien meninggal dunia usai menjalani terapi chiropractic.
Penyebabnya, kata dia karena pecahnya pembuluh arteri ketika terapi kretek dilakukan.
"Ada pasien saya seorang sarjana mau ke Perancis. Suatu saat dia lehernya agak gini (bermasalah) sedikit. Saya bilang 'kamu harus dioperasi',"
"Tapi suatu saat dia takut dioperasi, pergilah dia ke (klinik) chiropractic di Pondok Indah. Memang gapapa pada waktu itu, tapi pas dia pulang, kolaps dia. Langsung dibawa ke rumah sakit di Pondok Indah, tekanan darahnya turun, drop. Makin hari makin gak sadarkan diri. Masukin MRI, dicek segala macam ternyata pendarahan di sini (leher)," ungkapnya.
Karena resiko ini, praktik ini sebaiknya jangan dilakukan secara sembarangan.
Sayangnya, saat ini kata dia banyak praktek chiropractic di Indonesia masih belum memiliki panduan sesuai dengan standar keilmuan yang seharusnya.
"Jadi mohon ya hati-hati. Karena dia belum punya standar. Ortopedi itu.. menangani masalah tulang belakang adalah sesuatu yang harus dilakukan sesuai standar," tuturnya.
Terpisah, dilansir dari Kompas.com, Profesor bidang ortopedi dan traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Achmad Fauzi Kamal mengatakan, chiropractic atau yang kita kenal dengan terapi kretek abal-abal di negara-negara Barat dikenal sebagai complimentary treatment atau pelengkap pengobatan.
"Itu merupakan pengobatan alternatif (tradisional), untuk membantu mengurangi keluhan otot dan sendi dengan manipulasi tulang belakang," kata Achmad kepada Kompas.com.
Kendati saat ini sedang populer, Achmad mengingatkan masyarakat agar tidak latah menjajal "kretek abal-abal" untuk mengatasi keluhan yang mereka alami.
Menurut Achmad, keluhan pada tulang belakang perlu dipastikan terlebih dulu penyebabnya melalui serangkaian metode diagnosis, seperti pemeriksaan laboratorium, scan x-ray, atau bisa juga scan MRI.
Source | : | Kompas.com,Tribun Jakarta |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar