GridPop.ID - Akhir-akhir ini, tren terapi kretek abal-abal atau dalam dunia medisnya disebut chiropractic tengah populer di media sosial.
Chiropractic adalah prosedur manipulasi terhadap tulang belakang yang dipercaya bisa membuat tulang belakang menjadi lebih rileks dan lentur.
Dikenal dengan sebutan kretek, lantaran praktik pada terapi ini akan menghasilkan bunyi 'kretek' pada tulang.
Nah, seiring populernya terapi kretek abal-abal ini, apakah terapi ini sebetulnya aman untuk dilakukan?
Dilansir dari Tribun Jakarta, Dokter Spesialis Bedah Ortopedi Luthfi Gatam mengatakan, pada dasarnya melakukan kretek tulang sama seperti melakukan streatching atau peregangan pada tulang.
Hal ini sebenarnya bisa-bisa saja dilakukan. Asalkan, tidak secara sembarangan.
Dengan kata lain, ada banyak risiko yang mungkin saja terjadi ketika kretek abal-abal ini dilakukan secara sembarang.
Pada kasus yang parah, hal ini juga bisa berujung fatal.
"Tukang pijat boleh gak? boleh. Sebetulnya itu secara medis tukang pijat ada manfaat gak? tentu ada. Manfaatnya supaya dia melakukan yang namanya, otot kita ada itu kan ada namanya massage,"
"Nah chiropractic itu, kalau kamu lakukan streatching boleh ga? boleh, tapi sekarang dibantu sama orang. Jadi sebetulnya boleh," kata dia ditemui dalam acara Media Gethering Eka Hospital, di Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Ia pun menyebut, ada kasus dimana terapi kretek abal-abal atau chiropractic ini bisa berakibat fatal.
Pada beberapa tahun lalu, ada kejadian dimana seorang pasien meninggal dunia usai menjalani terapi chiropractic.
Penyebabnya, kata dia karena pecahnya pembuluh arteri ketika terapi kretek dilakukan.
"Ada pasien saya seorang sarjana mau ke Perancis. Suatu saat dia lehernya agak gini (bermasalah) sedikit. Saya bilang 'kamu harus dioperasi',"
"Tapi suatu saat dia takut dioperasi, pergilah dia ke (klinik) chiropractic di Pondok Indah. Memang gapapa pada waktu itu, tapi pas dia pulang, kolaps dia. Langsung dibawa ke rumah sakit di Pondok Indah, tekanan darahnya turun, drop. Makin hari makin gak sadarkan diri. Masukin MRI, dicek segala macam ternyata pendarahan di sini (leher)," ungkapnya.
Karena resiko ini, praktik ini sebaiknya jangan dilakukan secara sembarangan.
Sayangnya, saat ini kata dia banyak praktek chiropractic di Indonesia masih belum memiliki panduan sesuai dengan standar keilmuan yang seharusnya.
"Jadi mohon ya hati-hati. Karena dia belum punya standar. Ortopedi itu.. menangani masalah tulang belakang adalah sesuatu yang harus dilakukan sesuai standar," tuturnya.
Terpisah, dilansir dari Kompas.com, Profesor bidang ortopedi dan traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Achmad Fauzi Kamal mengatakan, chiropractic atau yang kita kenal dengan terapi kretek abal-abal di negara-negara Barat dikenal sebagai complimentary treatment atau pelengkap pengobatan.
"Itu merupakan pengobatan alternatif (tradisional), untuk membantu mengurangi keluhan otot dan sendi dengan manipulasi tulang belakang," kata Achmad kepada Kompas.com.
Kendati saat ini sedang populer, Achmad mengingatkan masyarakat agar tidak latah menjajal "kretek abal-abal" untuk mengatasi keluhan yang mereka alami.
Menurut Achmad, keluhan pada tulang belakang perlu dipastikan terlebih dulu penyebabnya melalui serangkaian metode diagnosis, seperti pemeriksaan laboratorium, scan x-ray, atau bisa juga scan MRI.
"Pastikan dahulu masalahnya, agar lebih sesuai pengobatannnya. Jadi ke pengobatan utama dahulu, baru dipertimbangkan ke pengobatan complimentary (pelengkap)," katanya lagi.
Ia mengatakan, ada beberapa kelainan pada tulang belakang yang tidak bisa disembuhkan atau diobati dengan metode chiropractic.
"Skoliosis struktural enggak bisa diperbaiki kecuali oleh pembedahan. Infeksi, misalnya TBC tulang belakang harus dengan obat dan dengan pembedahan bila banyak nanah dan disertai kerusakan tulang belakang," kata Achmad.
"Lepasnya tulang belakang karena kecelakaan atau degenerasi (spondilolistesis) juga enggak bisa dengan chiropractic," imbuhnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribun Jakarta |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar