"Secara psikologis tidak ada.
Sapi kalau secara psikologis terancam justru jadi beringas, bukan menangis," ujar dia.
Karena itu menurutnya tidak benar jika ada yang menganggap sapi mengeluarkan air mata, karena sedih akan disembelih.
Menurut Slamet, menangis pada hewan yang merupakan ekspresi dari kondisi psikologisnya hanya bisa ditemukan pada hewan-hewan primata, seperti kera, monyet, atau orangutan.
"Beberapa hewan seperti primata dikenal psikologis menangis, tapi pada sapi tidak dikenal psikologis menangis,
bahkan ketika misal tubuhnya kesakitan pun tidak ada tanda-tanda menangis seperti pada primata," jelas Slamet.
Dilansir dari Tribun Jogja, saat menyembelih hewan kurban, seminimal mungkin hindarkan hewan yang akan disembelih, baik sapi maupun kambing dalam keadaan stres.
Hal tersebut dapat menyebabkan kualitas daging menjadi turun.
Nanung Danar Dono, Ketua Halal Center UGM menjelaskan, untuk mendapatkan daging yang berkualitas dan memenuhi syariat Islam pada saat Hari Raya Kurban, proses sebelum dilakukan penyembelihan juga harus diperhatikan, baik pemilihan pisau untuk menyembelih dan kondisi tubuh hewan, terutama kesehatan.
"Amati keadaan visual, seperti postur, keadaan wajah, khususnya mata, lubang hidung, kulit serta saluran reproduksi. Pisau yang disembelih juga harus tajam, karena kalau tumpul maupun bergerigi, hal tersebut akan membuat hewan mati karena kesakitan, bukan karena disembelih," terangnya saat memberikan materi Penyembelihan Hewan Kurban dan Penanganan Daging Kurban yang Higienis yang diselenggarakan di Auditorium Fakultas Peternakan UGM pada Selasa (30/7/2019).
Selain itu, pengistirahatan hewan pada saat akan disembelih juga sangat penting, dimana ketika hewan disembelih dalam keadaan stres, maka akan menurunkan kualitas daging, seperti rasanya menjadi asam dan alot.
Source | : | Tribun Jogja,Tribun Trends |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar