GridPop.ID - Rekonstruksi pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang digelar pada Selasa (30/8/2022) lalu masih menjadi sorotan hingga saat ini.
Setiap adegan dalam rekonstruksi pembunuhan berencana Brigadir J turut menyita perhatian publik.
Seperti salah satu adegan Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo saat keduanya duduk berdampingan di sofa.
Tampak dalam reka adegan tersebut, Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo terlibat dalam sebuah perbincangan.
Publik pun dibuat penasaran dengan pembicaraan kedua pasangan suami istri.
Menyikapi hal tersebut, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung buka suara.
Ia menerangkan percakapan antara Putri Candrawathi dan Ferdy Sambo adalah terkait peristiwa yang terjadi di Magelang.
"Iya ngobrol, artinya kan Bu Putri menceritakan kejadiannya, apa yang di Magelang itu dianggap merendahkan harkat dan martabat,” papar Beka Ulung seperti yang dikutip dari Tribunnews.com.
Lanjut ia memaparkan jika pembahasan itu tak berkaitan dengan rencana pembunuhan Brigadir J.
“Kalau sudah lama (rencana pembunuhan disiapkan), nggalah,” katanya.
Selanjutnya pasca rekonstruksi usai, Putri Candrawathi tetap belum ditahan meski statusnya sudah menjadi tersangka.
Diberitakan Kompas.com, Pengamat kepolisian dari Institue for Security and Strategic Studies (IESS) Bambang Rukminto menyebutkan ada dua dugaan aalsan istri Ferdy Sambo belum ditahan.
Menurut Bambang, salah satu hal adalah pengaruh Ferdy Sambo yang masih kuat sehingga Putri Candrawathi tak ditahan.
“Pengaruh FS (Ferdy Sambo) masih kuat di internal sehingga banyak yang masih enggan untuk menahan istrinya,” ujar Bambang kepada Kompas.com, Kamis (1/9/2022).
Selain itu, lanjut dia, empati kepolisian terhadap istri Jenderal Bintang dua di Polri yang memiliki anak masih kecil turut diduga dijadikan sebagai pertimbangan.
“Empati pada seorang perempuan, mantan Bhayangkari,” ucap Bambang. Kendati demikian, ISESS menyoroti asas persamaan di mata hukum yang harusnya dilaksanakan oleh polisi sebagai aparat penegak hukum.
Lanjut ia menjelakan seharusnya hak dan perlakukan antara sesama tersangka sama tanpa membedakan pangkat.
“Terlepas dari dua faktor asumtif ini. Ada diskresi sesuai KUHAP yakni alasan subyektif penyidik yang memang secara normatif diperbolehkan, misalnya tersangka tidak akan menghilangkan barang bukti, tidak akan melarikan diri dan sebagainya,” kata Bambang.
“Soal mengapa polisi tidak bisa melakukan equality before the law? Lebih tepat kalau tanya ke polisi,” ucapnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunnews.com |
Penulis | : | Andriana Oky |
Editor | : | Andriana Oky |
Komentar