"Sementara waktu rekonstruksi enggak ada sakitnya sama sekali, bisa berpelukan, bisa menyandarkan kepalanya di bahu yang tidak mungkin didapat dari tersangka lain," sambungnya.
Perbedaan perlakuan itu juga menurutnya, dapat terlihat dari rekayasa Ferdy Sambo CS.
"Perlakuan yang berbeda tentu saja karena akan terlihat sekali betapa itu rekayasa dan itu berdasarkan omongan dari Sambo dan Kuat Ma'ruf," kata Dia.
Dalam kesempatan yang lain Irma Hutabarat juga menganggap negara telah mengabaikan nasib Rosti Simanjuntak, ibunda Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Irma menyebut, pada kasus meninggalnya Brigadir Yosus Hutabarat, yang paling menderita adalah Rosti Simanjuntak, yang tinggal di Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi.
mengkritisi lembaga negara yakni DPR, yang telah bersidang dan membahas soal kematian Brigadir Yosua Hutabarat.
"Parlemen bersidang, tidak satupun yang peduli apa yang terjadi pada keluarga Yosua," ujarnya.
Dia merasa bahwa DPR turut melupakan keluarga yang kini paling bersedih atas peristiwa ini.
"Tidak ada yang tanya bagaimana keadan ibunya, bagaimana bapaknya. Mereka (keluarga Yosua) orang miskin, gaji dibayar 600 ribu per tiga bulan," ucap Irma Hutabarat dengan mata berkaca-kaca.
Irma Hutabarat, yang merupakan Ketua Komunitas Civil Society Indonesia, merasa sesak ketika mengingat kondisi ibunda Yosua Hutabarat.
Mama dari Brigadir Yosua, ucapnya, menangis tak berhenti, hingga air matanya habis.
Source | : | Tribun Medan,TribunnewsBogor.com |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar