GridPop.ID - Momen mesra Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saat rekonstruksi pembunuhan Brigadir J disorot.
Seorang aktivis perempuan, Irma Hutabarat menyororti adegan mesra antara Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saat rekonstruksi yang digelar pada Selasa (30/8/2022) lalu di rumah dinas Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Dilansir dari Tribunnewsbogor.com, Irma Hutabarat menilai, adegan mesra yang dipertontonkan Ferdy Sambo dengan Putri Candrawathi, jadi pukulan untuk berbagai pihak.
Apalagi tempat kejadian perkara (TKP) tersebut merupakan lokasi eksekusi Brigadir J.
"Jadi ada adegan (peluk menangis) yang namanya 'Kecolongan' (dengan penekanan), bagaimana rekonstruksi ini dipakai untuk seperti reuni suami istri yang belum bertemu," kata Irma Hutabarat dilansir Youtube tvOneNews pada Jumat (2/9/2022).
Aktivis perempuan itu menyebutkan adegan peluk dan menangis Irjen Ferdy Sambo dengan sang istri, Putri Candrawathi tidak masuk kedalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"Lalu, tidak ada adegan itu didalam BAP atau rekonstruksi, karena itu (adegan) adalah ketika menawarkan satu miliar kepada Bharada E," jelas Irma Hutabarat.
Irma Hutabarat juga menyebut, adegan Irjen Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi saat rekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir J yang dipertontonkan kepada publik itu tidaklah pantas.
"Kemudian juga nanti ada SP3 (Surat Perintah Pemberhentian Penyidik) seandainya diperiksa, jadi adegan itu merupakan tontonan yang sebetulnya tidak pantas, karena walaupun rekonstruksi itu sebetulnya bisa menjadi hanya sebagai pedoman," terangnya.
Irma Hutabarat menilai dalam rekonstruksi pembunuhan Brigadir J juga terdapat momen-momen yang tidak seharusnya ada dan ditampilkan.
"Masyarakat itu sudah bertanya-tanya kenapa begitu banyak keistimewaan yang diberikan kepada Putri, Sambo ? dari mulai dia tidak di tahan dari mulai dapat cuti, cuti tujuh hari kali dua," bebernya.
"Sementara waktu rekonstruksi enggak ada sakitnya sama sekali, bisa berpelukan, bisa menyandarkan kepalanya di bahu yang tidak mungkin didapat dari tersangka lain," sambungnya.
Perbedaan perlakuan itu juga menurutnya, dapat terlihat dari rekayasa Ferdy Sambo CS.
"Perlakuan yang berbeda tentu saja karena akan terlihat sekali betapa itu rekayasa dan itu berdasarkan omongan dari Sambo dan Kuat Ma'ruf," kata Dia.
Dalam kesempatan yang lain Irma Hutabarat juga menganggap negara telah mengabaikan nasib Rosti Simanjuntak, ibunda Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Irma menyebut, pada kasus meninggalnya Brigadir Yosus Hutabarat, yang paling menderita adalah Rosti Simanjuntak, yang tinggal di Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi.
mengkritisi lembaga negara yakni DPR, yang telah bersidang dan membahas soal kematian Brigadir Yosua Hutabarat.
"Parlemen bersidang, tidak satupun yang peduli apa yang terjadi pada keluarga Yosua," ujarnya.
Dia merasa bahwa DPR turut melupakan keluarga yang kini paling bersedih atas peristiwa ini.
"Tidak ada yang tanya bagaimana keadan ibunya, bagaimana bapaknya. Mereka (keluarga Yosua) orang miskin, gaji dibayar 600 ribu per tiga bulan," ucap Irma Hutabarat dengan mata berkaca-kaca.
Irma Hutabarat, yang merupakan Ketua Komunitas Civil Society Indonesia, merasa sesak ketika mengingat kondisi ibunda Yosua Hutabarat.
Mama dari Brigadir Yosua, ucapnya, menangis tak berhenti, hingga air matanya habis.
"Saya sesak kalau ngomongin tentang ibunya. Dia yang menanti-nanti kesaksian dari Putri," ujar Irma.
Pun Irma menyebut Putri Candrawathi istri Ferdy Sambo tidak memiliki empati pada keluarga Yosua.
Menurutnya, soal hukum, Putri Candrawathi bukan orang bodoh.
"Putri tidak bodoh. Dia dokter gigi, nyonya jenderal bintang dua, dia tahu soal hukum, tahu konsekuensinya. sekarang hatinya saja, terketuk nggak hatinya," ungkapnya.
GridPop.ID (*)
Source | : | Tribun Medan,TribunnewsBogor.com |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar