Nyadran atau sadranan
Selain ruwahan, tradisi ziarah ke makam sebelum puasa di kalangan masyarakat Jawa juga dikenal sebagai nyadran atau sadranan.
Namun, sebagian pendapat mengatakan bahwa nyadran merupakan rangkaian ziarah kubur dan kenduri.
Berdasarkan informasi dari laman Kapanewon Samigaluh Kabupaten Kulon Progo, rangkaian nyadran meliputi pembersihan makam leluhur, tabur bunga, dan kenduri di masjid atau rumah kepala dukuh setempat.
Nyadran tidak hanya dilakukan di makam keluarga, tetapi juga makam leluhur maupun tokoh yang berjasa menyebarkan agama Islam di masa lampau.
Bagi sebagian masyarakat, nyadran merupakan bentuk balas budi kepada para leluhur.
Beda dengan ruwahan, pelaksanaan ritual nyadran dilakukan secara kolektif, yakni seluruh warga desa turut terlibat.
Setelah warga gotong royong membersihkan makam, maka rangkaian ritual dilanjutkan dengan menyantap kenduri bersama-sama di masjid atau di rumah kepala dukuh setempat.
Munggahan
Masyarakat muslim Sunda mengenal ziarah ke makam sebelum puasa sebagai munggahan, seperti dikutip dari laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung.
Munggahan berasal dari kata bahasa Sunda munggah yang artinya naik secara harfiah, atau bermakna naik ke bulan suci yang derajatnya lebih tinggi.
Mengutip Tribun Jabar, ziarah ke makam keluarga atau sanak saudara merupakan salah satu kegiatan isi munggahan.
Selain itu, kegiatan munggahan antara lain berkumpul bersama keluarga, makan bersama, saling bermaaf-maafan, mengunjungi tempat wisata bersama keluarga, dan berdoa bersama.
Source | : | Kompas.com,Tribun Ramadan |
Penulis | : | Lina Sofia |
Editor | : | Lina Sofia |
Komentar