Korban bisa mengadukannya pada sejumlah unit layanan setempat. Misalnya, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang ada di 34 provinsi di Indonesia.
Bukti yang dibawa tergantung pada perkara kekerasannya.
Jika kekerasan yang dialami sudah keterlaluan, kata Ali, maka solusinya adalah ranah hukum.
"Kalau sudah melapor, maka ranah hukum yang berjalan," kata Ali seusai acara sosialisasi pencegahan KDRT di Manokwari, Rabu (17/10/2018).
Namun, sebelum memutuskan untuk mengadukan, Ali mengimbau seluruh pihak untuk menempuh jalur musyawarah terlebih dahulu.
Sebab, banyak yang sudah melayangkan pengaduan atau pelaporan, namun kemudian berubah pikiran dan mencabutnya kembali.
Misalnya, karena kekhawatiran jika berujung pada perceraian tak ada yang menafkahi dirinya (jika terjadi pada istri) dan anak.
Ada pula kekhawatiran lainnya jika ada konsekuensi dari pelaporan yang dilayangkan.
"Makanya tolong dipikirkan terlebih dahulu sebelum melapor, kalau bisa ada kesepakatan perdamaian," tutur Ali.
Ia menambahkan, bibit KDRT sebetulnya berawal dari komunikasi internal yang tidak berjalan lancar.
Misalnya, ketika suami bepergian lama ke daerah dan sang istri curiga kemudian terjadilah perselisihan. Padahal, perselisihan tersebut bisa dihinfari jika komunikasi berjalan lancar.
Baca Juga: Jangan sampai Lupa, Ini Dia Bacaan Niat dan Tata Cara Mandi Wajib Setelah Hubungan Intim
GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunstyle |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar