GridPop.ID - Kasus pelecehan terhadap anak SD baru-baru ini menjadi sorotan.
Pelakunya adalah seorang kakek berusia 72 tahun.
Akis bejat kakek 72 tahun ini terekam CCTV dan terlihat oleh warga.
Begini kronologinya.
Dilansir dari laman tribunnews.com, pria berinisial U ini diduga mencabuli seorang anak SD di Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur.
Sudah monitor dan pelaku sudah ditangkap," kata Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Leonardus Simarmata pada Sabtu (12/8/2023).
Leonardus menjelaskan, selanjutnya polisi akan melakukan visum terhadap korban untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Leonardus mengatakan, kasus itu juga sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian.
Kini pihaknya akan melakukan visum terhadap korban.
"Saat ini sedang menerima proses laporan polisi, dan akan mengajukan visum karena anaknya masih di luar kota," ujarnya.
Kemudian seorang warga bernama Erin (36), sempat memergoki pelaku saat mencabuli korban.
Bahkan Erin sempat menegur pelaku saat melakukan aksi bejatnya tersebut.
"Saya lihat pas saya naik motor jemput anak saya, saya lihat Bapak (pelaku) pegang-pegang gini (area dada), terus lepas, posisinya itu pas yang di gang. Nah, setelah itu, saya berhenti. Saya ajak ngobrol anaknya, 'Kamu pulang, ngapain di sini'.
Terus saya tanya bapaknya (pelaku), 'Ngapain Bapak di sini?'. Dijawab bapaknya, 'Saya lagi nunggu tas'. Saya tanya lagi, 'Tas siapa ini?'. Dijawab, 'Tasnya anak-anak'. Pas itu anak-anak lagi manjat ke atas," kata Erin.
Setelah ditegur, pelaku justru berdalih menjaga tas anak-anak.
"Iya (menegur), kata bapaknya itu lagi nungguin tas anak-anak. Saya sempat ajak pulang, 'Ayo, Dik, pulang, Dik'. Adiknya, 'Iya, iya, entar'. Terus dia jalan arah pulang, tapi nggak ngomong nggak apa. Dia beloklah, cuma nggak tahu pulangnya ke mana," sambung Erin.
Erin menceritakan saat memergoki pelaku juga terekam CCTV dan videonya viral.
Rekaman itu mulanya menampilkan pelaku yang menaiki sepeda sedang berbicara dengan bocah yang mengenakan seragam SD.
Pelaku nampak menengok ke arah sekitarnya, memastikan tidak ada yang melintas.
Dan setelah dirasa aman, pelaku kemudian melancarkan aksi bejatnya mencabuli korban.
Beruntung ada Erin wanita dengan kerudung hitam yang mengendarai sepeda motor melintas di jalan gang tersebut.
Erin langsung menghentikan aksinya bejat pelaku. Erin sempat berbicara dengan korban dan pelaku.
"Nggak ngelihat (ketika diraba), cuma saya penasaran. Soalnya, pas saya ngelihat itu langsung narik tangannya. Jadinya saya penasaran itu anak diapain, karena dia (pelaku) naik sepedanya mepet," papar Erin.
Menurut pengakuan Erin, ia sering melihat pelaku berkeliaran dengan sepedanya membawa kain-kain.
Erin menduga pelaku bekerja sebagai tukang tambal jok, sofa, serta bantal guling.
"Dia (pelaku) sering lewat sini, berkeliaran ke sini, cuma kita nggak ini ya, apa ya nggak curiga. Cuma pas itu saya penasaran anak itu diapain, makanya saya ke sini (pos RW) laporan, mau ngelihat cek CCTV, nggak tahunya sudah kejadian kayak gitu," jelas Erin.
Sementara itu, Imam (48) selaku Ketua RT 011 RW 015 menyebut pihaknya mendapatkan laporan dari Erin.
Tanpa menunggu lama Imam pun melihat CCTV di sekitar lokasi kejadian.
"Awalnya si ibu ini (Erin) laporan ke pos sekretariat, katanya, 'Pak, coba itu dicek CCTV'. Ternyata pas di cek ada kejadian kurang mengenakkan. Kebetulan kan CCTV mengarah tuh (lokasi pelecehan)," terang Imam.
"Dicek kejadian itu jam 09.15 hari Jumat, di situ kelihatan jelas bapak-bapak itu ngeraba-raba bagian dada si anak. Tapi saya nggak tahu tuh kirain kejadian cuma di gang aja.
Nggak tahunya ada juga tuh, Pak, di pos kata warga. Akhirnya saya buka lagi CCTV yang arah depan sama belakang pos. Yang jelas banget yang arah depan lebih kelihatan. Ya di situ lebih ekstrem lagi," lanjutnya.
Atas kejadian itu akhirnya Imam dan seluruh warga sepakat memutuskan untuk memviralkan.
Cegah Kekerasan Seksual, Terapkan Pola Asuh Ini Ke Anak Sejak Dini
Baca Juga: Pak Guru BK di Boyolali Lakukan Pelecehan Verbal Terhadap Siswinya, Begini Bantahan Pihak Sekolah
Dilansir dari laman kompas.com, Psikolog Anak dan Keluarga Astrid Wen menjelaskan, beberapa pola asuh yang bisa membentuk seorang anak jauh dari tindak kekerasan seksual atau kekerasan pada umumnya.
1. Beri edukasi seks dan relasi
Hal pertama adalah pentingnya ditanamkan edukasi seks dan relasi sejak usia dini.
"Perlu. Edukasi seks itu yang penting supaya setiap orang memiliki kehidupan seksualitas yang aman. Sedangkan menanamkan pemahaman tentang konsep relasi mencegah penyalahgunaan kekuasaan atau the power of abuse," kata Astrid, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (29/12/2021).
Dua hal ini menjadi poin utama agar anak bisa memahami apa itu seksualitas dan ke depannya tidak akan menggunakan kekuatannya untuk menekan pihak lain sehingga timbul kerugian.
"Kesetaraan gender, bagaimana laki-laki menghargai perempuan. Bagaimana perempuan memperlakukan laki-laki. Adanya rasa hormat satu sama lain," jelas Astrid.
2. Hindari kekerasan
Kekerasan baik dalam bentuk verbal maupun fisik sangat dianjurkan untuk dihindari dalam sebuah keluarga.
Terutama, kekerasan jangan sampai dilihat oleh anak-anak yang masih ada dalam proses perkembangan.
"Dicek saja, keluarga kita masih ada kekerasan atau enggak, karena kalau masih familiar dengan kekerasan, ketika anak nantinya melihat kekerasan yang lain, tidak aneh. Dia dipukuli pacarnya, atau dia mukulin pacarnya, itu dunianya dia," jelas dia.
Dengan orangtua selalu mencontohkan perilaku yang lembut dan penuh dengan kasih sayang, maka anak tidak akan terbiasa dengan tindak kekerasan. Itu akan ia bawa dalam caranya memperlakukan orang lain di kemudian hari.
3. Perbaiki kemampuan komunikasi
Selanjutnya, komunikasi. Orangtua harus selalu mau untuk memperbaiki kemampuannya dalam berkomunikasi dengan anak.
Sebagian orangtua bertindak otoriter atau keras terhadap anak, tetapi tidak bisa menjelaskan apa sebenarnya yang diharapkan dari sikap itu.
Ada juga yang menyakiti anaknya hanya karena belum cukup lihai mengendalikan emosi diri pribadinya.
"'Kenapa sih saya dipukul? Kadang enggak jelas kenapa dia dipukul. Alasannya enggak disampaikan atau alasannya enggak masuk akal," ungkap dia.
"Itu karena orangtua masih sulit mengomunikasikan keinginan atau kondisinya kepada anak, orangtua masih ingin dilihat lebih superior dari anak, orangtua masih kesulitan mengendalikan dirinya," sambung Astrid.
Dia juga menyebut, orangtua semestinya belajar untuk memperbaiki diri, tidak mengulang kesalahan yang sama, dan berani meminta maaf kepada anak, jika memang mereka salah.
Dengan demikian, anak akan belajar untuk mempunyai sikap yang baik, termasuk dalam memperlakukan orang lain.
4. Jangan abaikan emosi
Poin ini biasanya terjadi pada anak laki-laki atau pada suami dalam sebuah rumah tangga Mereka diposisikan untuk menjadi seorang yang kuat, tidak boleh terlihat lemah, mampu melindungi, dan sebagainya.
"Nangis enggak boleh, enggak ada ruang berekspresi yang cukup untuk beban mereka yang berat. Laki-laki butuh sedikit ruang untuk mengungkapkan ekspresi emosinya," jelas Astrid.
Contoh lain dari pengabaian emosi ini, misalnya tidak adanya teguran ketika anak berbuat salah, pujian ketika berbuat baik, ungkapan bangga ketika berprestasi, dan lain sebagainya.
"Pengabaian emosi, baik sengaja atau tidak sengaja pada anak kita yang laki-laki akan menyebabkan dia bingung sekali, emosi apa sih yang terjadi di dalam dirinya. Akhirnya dia mencoba mengatasinya dengan cara yang enggak tepat," ungkap dia.
"Ketika emosi disepelekan, dia akan merasa emosi yang ada dalam dirinya tidak penting. Kalau begitu emosi orang lain juga enggak penting, dia bisa berbuat semena-mena ke orang," sebut Astrid.
Apabila beberapa poin di atas bisa diterapkan dengan optimal, maka potensi seorang anak untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain bisa ditekan.
Mereka tidak memiliki cukup alasan untuk berbuat sesuatu yang merugikan orang lain. Selain mendapatkan pendidikan seksual sejak dini, mereka juga telah memahami konsep relasional, menjaga satu sama lain, menghargai sesama, dan lain sebagainya. GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,tribunnews |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar