Gelombang otak alhasil tidak mengikuti tahapan tidur yang seharusnya karena kondisi tubuh terlalu lelah atau kurang tidur.
Kedua, otak mendadak terbangun dari tahap REM, sedangkan tubuh masih dalam keadaan tidur paling dalam.
Seseorang bisa merasa sangat sadar, tetapi tubuh tidak bisa bergerak atau digerakkan.
Otak yang tiba-tiba sadar pun dapat mengalami halusinasi, bisa jadi berupa bayangan menyeramkan di sekiar tempat tidur.
Bayangan itu bisa juga berupa cekikan di leher, tekanan pada dada, dan sosok menyeramkan yang menduduki tubuh, sehingga sulit bernapas.
Ketiga, seseorang akan merasa panik dan ketakutan adanya halusinasi tersebut.
Akan tetapi, tubuh yang masih dalam keadaan tidur paling dalam hanya bisa mengalami kesadaran di bagian tubuh atas, yakni mata dan telinga.
Sementara, tubuh bagian bawah terasa sulit digerakan. Otak manusia masih terjaga, namun karena anggota tubuh sedang tidur, otak hanya dapat membuat indera tertentu terjaga, seperti mata yang masih dapat melirik dan telinga dapat menderngar.
Keempat, setelah beberapa menit terjadi kombinasi proses halusinasi dan tubuh tidak bisa digerakkan, biasanya akan ada sedikit rasa dingin yang menjalar dari ujung kaki ke seluruh tubuh.
Perlahan, ujung kaki atau tangan bisa digerakkan kembali dan halusinasi mengerikan menghilang.
Jadi, ketindihan secara sederhana dapat terjadi karena seseorang bangun di tengah fase REM dalam tidur.
Di mana, pada kelumpuhan tidur ini, transisi tubuh ke atau dari tidur REM tidak sinkron dengan otak.
Ketika bangun, otak sudah sadar, tetapi badan belum. Kondisi ini yang kemudian menyebabkan badan terasa lumpuh sebagian.
Ketindihan bisa terjadi pada segala usia. Tetapi kondisi yang pertama mungkin terjadi saat saat remaja. GridPop.ID (*)
Source | : | tribunnewsmaker,Kompas.com |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar