GridPop.ID - Kejadian seorang ayah tega bacok kepala anaknya baru-baru ini viral.
Bahkan, kepala korban yang dibacok sampai bersimbah darah.
Usut punya usut, profesi pelaku yang tega bacok kepala anaknya adalah seorang hakim.
Begini kronologinya.
Dilansir dari laman tribunstyle.com, pilu dirasakan oleh seorang ibu di Bogor yang melihat anaknya dibacok ayah.
Korban adalah Andi Iqsha Morielo yang masih 15 tahun.
Andi hanya bisa meringis kesakitan sembari terus menekan luka di kepalanya yang bocor dengan sehelai handuk.
Andi adalah Anak seorang Hakim di Kendari, Sulawesi Tenggara harus menerima kekejaman ayahnya sendiri karena dibacok.
Hanya dalam waktu sekejap, handuk putih miliknya berubah menjadi berwarna merah.
Remaja berusia 15 tahun itu hanya bisa bertahan dan terus merekam peristiwa kelam yang dialaminya dengan ponsel.
Rekaman itu kemudian dikirimkan kepada ibunya, Elvia Ariani yang berada jauh di Semplak RT 02/01 Semplak, Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat.
Baca Juga: Asyik Goreng Tahu di Dapur, Istri di Lombok Timur Ditikam Suami, Motifnya Bikin Ngelus Dada!
Video tersebut diungkapkan Yasin Hasan selaku Kuasa Hukum Elvia Ariani menjadi bukti atas penganiayaan berat yang dilakukan ayah kandung korban, yakni AJK, seorang Hakim di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Berbekal rekaman video dan sejumlah alat bukti lainnya, ibu kandung korban, Elvia Ariani langsung terbang menuju Kendari.
Didampingi kuasa hukumnya dari Kantor Hukum Yasin Hasan Bhayangkara and Partner, Ibu tiga orang anak itu langsung melaporkan penganiayaan putranya ke Polresta Kendari.
Laporan tersebut tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor: LP/B/80/VIII/2023/SPKT/ POLSEK MANDONGA/POLRES KENDARI /POLDA SULAWESI TENGGARA tertanggal 03 Agustus 2023.
Bersamaan dengan hal tersebut, visum pun dibuat di Rumah Sakit Bhayangkara sebagai alat bukti penganiayaan.
Yasin Hasan mengungkapkan pelaku penganiayaan merupakan ayah kandung korban.
Pelaku telah bercerai dengan ibu kandung korban dan tinggal dengan ayah dan ibu tiri di Kendari.
Selepas bercerai, Ibu kandung korban kemudian tinggal di Kota Bogor Jawa Barat, sedangkan ketiga anaknya, termasuk korban tinggal bersama pelaku dan kakak kandung korban di Kendari, Sulawesi Tenggara.
"Terduga pelaku ini sudah tiga kali menikah, dari klien kami dia punya anak tiga, anak pertama perempuan, dan anak kembar, biasa dipanggil Dede dan Babang. Ketiga anak ini diasuh terduga pelaku bersama istri ketiga di Kendari," ungkap Yasin di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin (28/8/2023).
Berdasarkan penuturan pelaku sekaligus ayah kandung korban ketika bermediasi, kedua anak kembar itu bandel.
Keduanya melakukan kenakalan remaja, termasuk memalak, mencuri, mabuk, merokok, sampai membegal hingga tertangkap pihak Kepolisian.
Lantaran ayah korban seorang hakim dan merupakan orang terpandang, korban kemudian dijemput pulang.
"Malam kejadian itu ketangkep sama polisi, kemudian diambil lah sama bapaknya. Nggak tahu kenapa, tetapi di rumah itu terjadi ribut-ribut, menurut bapaknya, anak ini (korban) mengambil parang duluan, Bapaknya nggak tahu bagaimana kok bisa kemudian refleks, dia langsung ngebabat kepala anaknya itu," ungkap Yasin.
"Kami mempertanyakan pernyataan ini karena kok bisa tahu anaknya mau menyerang, ada pertanyaan, apakah sudah mempersiapkan (parang) duluan?" tanyanya.
Atas peristiwa tersebut, korban mengalami luka pada bagian tangan dan kepala.
Korban pun segera dilarikan ke rumah sakit oleh ibu tiri korban.
"Yang luka itu tangan dan kepala (korban), jumlah jahitan itu kata klien ku itu sembilan jahitan. Dan setelah itu, dia (korban) langsung dianter sama ibu tirinya yang saat ini hidup bersama mereka ke rumah sakit," ungkap Yasin.
"Di rumah sakit, dia telepon ibu kandungnya, klien saya langsung datang ke Kendari untuk laporan ke Polsek, Polsek kemudian dilimpahkan ke Polres," bebernya.
Demi keselamatan dan kesehatan kejiwaannya, korban kemudian dibawa ibu kandungnya ke Jakarta.
Namun, korban kini tidak bisa lagi bersekolah.
Korban pun mengalami trauma atas perbuatan ayah kandungnya.
Atas kejadian buruk yang menimpa korban, pihaknya melaporkan terduga pelaku dengan Pasal 5 Jo Pasal 44 Undang-undang No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan/atau aturan pada Pasal 80 Ayat 2 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Baca Juga: Jengkel Berkali-kali Pergoki Ayang Selingkuh, Pria Lakukan Pembacokan hingga Korban Meninggal
"Ibu kandung korban juga laporkan Pasal 351 (KUHP) karena korban tidak bisa melakukan aktivitas, dan masuknya penganiayaan berat," imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, atas keterbatasan ibu kandung korban dan menjaga keobjektifan penanganan kasus, pihaknya meminta Kapolresta Kendari, Kombes Eka Fathurrahman untuk melimpahkan kasus tersebut ke Mapolda Metro Jaya.
"Permintaan ini kami sampaikan agar proses hukum berjalan objektif, mengingat terduga pelaku merupakan orang berpengaruh di Kendari," jelasnya.
Sementara itu, terkait perkembangan kasus, Warta Kota telah mencoba mengkonfirmasi PPA Polresta Kendari.
Namun, konfirmasi lewat pesan maupun sambungan telepon belum berbalas.
Anak Trauma KDRT? Ini Cara yang Bisa Dilakukan ala Psikolog UI
Melansir dari laman kompas.com, Psikolog dari Universitas Indonesia (UI), Rosdiana Setyaningrum mengaku, bila anak trauma akan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), maka sebaiknya melakukan terapi.
Tak hanya anak, terapi juga bisa dilakukan oleh orangtua.
"Anak itu sebetulnya kalau melihat saja bisa trauma. Jadi sebenarnya harus kita handle. Kalau anaknya trauma kan harus ada penanganan tuh. Karena kalau kekerasan itu traumanya dalam dan harus ditangani sama profesional," ucap dia melansir laman Antara, Rabu (12/10/2022).
Walaupun trauma anaknya sudah ditangani, tapi KDRT terjadi lagi, maka hal itu percuma saja.
Bahkan, hal itu akan menjadi lebih parah lagi, karena dia merasa KDRT tidak bisa diberhentikan.
"Dan kalau yang diterapi cuma anaknya, nanti dia akan merasa bahwa dia adalah penyebab," tegas dia.
Dia mengatakan, jika anak tidak melakukan terapi akibat trauma KDRT, maka bisa berdampak pada kehidupannya saat dewa.
Sebagai contoh, bisa mempengaruhi hubungan asmara mereka pada masa depan. Meski begitu, kejadian tersebut tidak selalu terjadi.
Itu karena, setiap orang memiliki dampak yang berbeda saat mengalami trauma KDRT.
"Jadi ini tergantung ya kalau mempengaruhi hubungan asmara mereka ketika dewasa. Karena tiap orang itu beda, jadi dampaknya beda setiap orang. Bisa jadi adik dan kakak alami hal sama, tapi dampaknya beda," jelas dia.
Psikolog dari UI, Kasandra Putranto menambahkan, anak yang melihat KDRT setiap harinya, maka bisa mengganggu fisik, mental, dan emosionalnya.
Akhirnya, anak memiliki rasa takut yang berlebihan, kecemasa, dan relasi yang buruk dengan saudara kandung maupun temannya.
Dengan begitu, sambung dia, akan berpengaruh pada prestasi anak di sekolah.
"Dan juga terbatasnya kemampuan korban solving dan cenderung sikap anak lakukan tindak kekerasan. Itu karena melihat KDRT," tukas dia. GridPop.ID (*)
Source | : | Kompas.com,Tribunstyle |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar