"Biasanya, aktivitas hubungan seks mereka, kan, jadi tinggi.
Namun tingginya frekuensi ini lebih diwarnai oleh tingginya dorongan atau kebutuhan seksual semata-mata, bukan oleh sebab-sebab tertentu yang menjadi ciri utama perilaku hiperseks," terang konsultan seksologi di Biro Konsultasi Kesejahteraan Keluarga RS St. Carolus, Jakarta ini.
Ia mengatakan, bagi pasangan yang baru menikah, aktivitas intim menjadi sangat menarik dan menyenangkan lantaran menjadi sesuatu yang baru.
"Sama saja seperti nyopir. Begitu bisa, seseorang yang tengah belajar nyopir, kan, pasti pingin terus nyopir,” tambahnya.
Dia mengatakan jika awalnya tentu menyenangkan memiliki pasangan dengan dorongan seks tinggi.
Tapi lama-kelamaan, kan, pasangannya kewalahan dan merasa amat terganggu karena sangat menyita waktu dan energinya.
Ketua Dewan Pendidikan Yayasan Pondok Indah Don Bosco ini mengungkap, jika kedua belah pihak merasakan dorongan atau kebutuhan seksual yang sama-sama hiper, sebetulnya frekuensi yang tinggi tidak perlu dipermasalahkan.
Hal tersebut menjadi masalah ketika salah satunya merasa menderita saat melakukan aktivitas seksual.
Sebab dorongan seksual yang berlebihan tadi membuat pasangan selalu minta dilayani.
Bukankah berintim-intim harusnya diinginkan kedua belah pihak dan bisa saling memuaskan?
GridPop.ID (*)
Source | : | Grid.ID,Kompas Health |
Penulis | : | Ekawati Tyas |
Editor | : | Ekawati Tyas |
Komentar