"Berdasarkan gelar perkara, ditetapkan terhadap empat orang saksi ditingkatkan dari saksi menjadi tersangka," kata Kasat Reskrim Polres Tangetang Selatan, AKP Alvino Cahyadi di Polres Tangerang Selatan, Jumat (1/3/2024) dalam siaran Live Breaking News KompasTV.
Empat inisial nama tersangka diungkap polisi, namun tidak ada inisal FLR, anak dari Vincent Rompies.
"Dengan inisial E berusia 18 tahun 3 bulan laki-laki, kedua inisial R berusia 18 tahun 3 bulan laki-laki, kemudian inisial J usia 18 tahun 11 bulan laki-laki, dan yang keempat inisial G usia 19 tahun laki-laki," akat Alvino.
Selain inisial nama di atas, Alvino menegaskan sisanya ditetapkan sebagai Anak yang Berkonflik Dengan hukum (ABH).
Mereka diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap anak di bawah umur dan atau pengeroyokan.
Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) merupakan anak berada pada usia 12 sampai 18 tahun.
Pada usia tersebut, anak-anak ini diduga telah melakukan tindakan kriminal yang harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Dari website Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, ABH tidak luput dari hukuman pidana.
Pada prinsipnya peran Pembimbing Kemasyarakatan (PK) pada Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) adalah memberikan bimbingan agar anak bisa diterima kembali oleh masyarakat dan dapat hidup wajar sebagai warga masyarakat yang baik.
PK memiliki tugas salah satunya adalah melakukan pendampingan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) dari proses pra-adjudikasi hingga post-adjudikasi. Seorang PK harus mempunyai pemahaman dan pengetahuan yang memadai untuk melakukan pendampingan terhadap Anak.
Baca Juga: Buntut Kasus Perundungan yang Melibatkan sang Anak, Vincent Rompies Masih Upayakan Jalur Damai
UU Sistem Peradilan Pada Anak (SPPA) mengatur sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana anak, yaitu pidana pokok dan pidana tambahan.
Pidana pokok terdiri dari pidana peringatan, pidana dengan syarat (pembinaan di luar lembaga, pelayanan masyarakat atau pengawasan), pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga dan penjara.
UU SPPA tidak melarang petugas untuk menahan seorang anak dalam rangka pemeriksaan perkaranya dengan benar-benar mempertimbangkan kepentingan anak dan kepentingan masyarakat, sehingga tidak menutup kemungkinan seorang anak dapat ditahan di Rumah Tahanan Negara, tahanan rumah, atau tahanan kota.
Pada saat proses penahanan, tentunya petugas harus memberikan Surat Perintah Penahanan kepada keluarga anak yang ditahan agar keluarga mengetahui kepastian keberadaan anaknya di dalam tahanan. Tempat penahanannya pun juga harus dipisahakan dari orang dewasa. GridPop.ID (*)
Source | : | KompasTV,tribuntrends |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar