Hal ini berpotensi terjadi jika seseorang memiliki penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Ketika udara didorong ke paru-paru terlalu cepat selama CPR (hiperventilasi), tidak ada waktu untuk mengembuskannya sehingga udara menumpuk. Saat udara menumpuk, tekanan di dalam dada meningkat.
Tekanan itu menjadi sangat tinggi sehingga darah mengalami kesulitan bergerak melalui pembuluh darah dada ke jantung, dan jantung kesulitan memompa darah ke tubuh. Ketika CPR berhenti, udara yang terperangkap mulai meninggalkan paru-paru, dan mengurangi tekanan di dada.
Akhirnya, darah dari tubuh dapat mengalir ke jantung dan dipompa ke seluruh tubuh. Sirkulasi dapat kembali, dan itu akan terlihat seolah jantung orang tersebut telah mulai berdetak dengan sendirinya.
2. Efek obat yang tertunda
Obat-obatan yang diberikan selama CPR perlu mencapai jantung untuk bekerja.
Ketika penumpukan udara menghentikan darah kembali ke jantung, semua yang ada dalam darah, termasuk obat yang diberikan melalui infus, tidak akan bisa sampai ke sana.
Setelah penumpukan udara teratasi dan tekanan di dada cukup rendah, darah akan mengalir ke jantung, membawa obat bersamanya.
Jika obatnya efektif, maka sirkulasi akan kembali secara spontan.
3. Henti jantung sementara setelah defibrilasi
Selama CPR, defibrillator dapat digunakan untuk mengirim kejutan listrik ke jantung untuk mencoba memulai kembali atau mengatur ulang irama jantung yang tidak teratur.
Terkadang ada jeta antara kejutan listrik dan efeknya. Jika jeda itu cukup lama, diperkirakan sirkulasi kembali secara spontan, bukan karena syok.
4. Penyebab lainnya
Beberapa kondisi seperti kadar potasium yang tinggi atau terlalu banyak asam dalam darah dapat menyebabkan jantung berhenti berdetak.
Kondisi ini biasanya diobati selama CPR, tetapi membutuhkan waktu untuk sembuh. Jika tidak membaik sampai CPR berhenti, mungkin sirkulasi akan kembali secara spontan. GridPop.ID (*)
Source | : | tribunnewsmaker,Kompas.com |
Penulis | : | Luvy Octaviani |
Editor | : | Luvy Octaviani |
Komentar