GridPop.id - Terkait kasus Jamal Khashoggi , intelijen Amerika Serikat (AS) dilaporkan menyadap percakapan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman alias MBS.
Percakapan MBS membahas tentang Jamal Khashoggi kepada ajudannya setahun sebelum jurnalis itu dibunuh pada 2 Oktober 2018.
Badan intelijen AS seperti Dinas Keamanan Nasional menyadap percakapan para pemimpin dari seluruh dunia, termasuk sekutunya.
Dilansir New York Times via AFP pada Jumat (8/2/2019), percakapan itu terjadi pada September 2017 antara MBS dengan si ajudan, Turki Aldakhil.
Putra Mahkota berusia 33 tahun itu mengatakan, jika Khashoggi tidak bersedia kembali ke Saudi secara sukarela, dia harus dibawa dengan paksa.
Jika kedua cara tersebut tidak berhasil, MBS bakal mengejar jurnalis berusia 59 tahun itu dan menggunakan "peluru" kepadanya.
Percakapan itu terjadi setelah para pejabat Saudi mulai gerah dengan kritikan yang dilontarkan Khashoggi. Terlebih setelah dia menulis bagi Washington Post.
"Nampaknya penguasa de facto Saudi itu sudah siap membunuh Khashoggi meski dia tidak benar-benar menembaknya," ulas The Times mengutip sumber intelijen AS.
Rekaman itu baru ditranskrip menyusul meningkatnya usaha intelijen AS untuk mencari bukti lebih nyata yang menghubungkan MBS dengan pembunuhan Khashoggi.
Baca Juga : Intip 5 Dress Manis Vanesha Prescilla untuk Kondangan Akhir Pekan, Penuh Pesona Sesuai Usia
Sempat menyangkal Khashoggi dibunuh, Riyadh akhirnya mengakui dia tewas di kantor konsulat Istanbul, Turki, karena operasi liar.
Khashoggi dibunuh oleh tim beranggotakan 15 orang di dalam gedung konsulat. Namun, Saudi bersikukuh MBS tidak terlibat dalam pembunuhan itu.
Pemerintah Saudi menyatakan telah menahan 11 orang yang diduga pelaku pembunuhan, dengan lima di antaranya dituntut hukuman mati.
Pejabat PBB yang bertugas memimpin penyelidikan internasional terkait kasus pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi memaparkan temuannya.
Agnes Callamard, Pelapor PBB untuk Eksekusi Ekstrayudisial, Arbitrase, dan Ringkasan, melakukan investigasi di Turki pada pekan lalu.
Mereka mengunjungi sejumlah tempat yang dianggap berhubungan dengan kematian kolumnis media Amerika Serikat (AS) The Washington Post itu.
Tempat-tempat tersebut antara lain kantor Konsulat Saudi di Istanbul, tempat yang menjadi lokasi terjadinya pembunuhan Khashoggi pada 2 Oktober 2018.
Berdasarkan pernyataan Callamard yang dirilis PBB, dia telah mengumpulkan berbagai bukti selama menjalankan misinya di Turki.
"Bukti awal menunjukkan Khashoggi adalah korban pembunuhan brutal dan terencana dari pejabat Saudi," ucap Callamard dilansir AFP pada Kamis (7/2/2019).
Laporan lengkap Callamard dijadwalkan bakal dipaparkan di hadapan Dewan HAM PBB di Jenewa Juni mendatang.
Namun, publikasinya bisa terjadi pada Mei. Dalam laporan tersebut, Callamard bakal memberikan sejumlah rekomendasi yang sifatnya tidak mengikat.
Baca Juga : Sama-sama Tajir Melintir, Inul Daratista Bocorkan Penampilan Hotman Paris yang Glamour Senilai Rp 30 Miliar
Dia mengatakan mendapat izin Turki guna menggelar investigasi.
Bertemu dengan kepala jaksa penuntut maupun kepala intelijen Turki, Callamard berujar dia sudah mendapat akses ke "informasi krusial" pembunuhan.
Hal tersebut antara lain akses menuju bukti rekaman pembunuhan yang diperoleh penyelidik Turki yang dideskripsikan "sangat, sangat mengerikan".
Meski begitu, Callamard mengakui timnya tidak mempunyai kesempatan untuk membuktikan rekaman pembunuhan tersebut asli.
Callamard melanjutkan, dia mempunyai perhatian besar terhadap peradilan yang dilakukan Pemerintah Saudi kepada terduga pelaku pembunuhan.
Pada Desember 2018, Riyadh menuntut 11 orang sebagai pelaku yang mengeksekusi pembunuhan tersebut, dengan lima di antaranya dituntut hukuman mati.
Callamard mengatakan ingin mengunjungi Saudi sebelum mempresentasikan laporan akhir.
"Saya khawatir mereka tidak mendapat hukum yang adil," terangnya dikutip Sky News.
Baca Juga : Sule Bongkar Kehidupannya Dulu Bersama Lina, Ternyata Ada Sekat di Rumah
Akhir Mei Khashoggi dibunuh tim beranggotakan 15 orang di konsulat Istanbul tatkala mengurus dokumen pernikahan dengan tunangannya, Hatice Cengiz.
Berdasarkan rekaman pembunuhan yang dikumpulkan, Khashoggi tewas setelah dicekik oleh tim itu, dan jenazahnya kemudian dimutilasi.
Kasus tersebut menjadi sorotan negara Barat dengan Senat maupun intelijen AS menduga Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) berada di balik pembunuhan tersebut.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Washington tetap diam karena adanya kekejaman dalam tewasnya jurnalis 59 tahun tersebut.
"Kasus pembunuhan Khashoggi bukanlah kasus biasa," tegas Erdogan dalam wawancara dengan kanal televisi pemerintah TRT.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengaku telah mendengarkan rekaman pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.
Kepada harian Jerman Sueddeutsche Zeitung via London Evening Standard Selasa (27/11/2018), Cavusoglu menyebut rekaman itu menjijikkan.
"Saya sudah mendengarkannya. Khashoggi dibunuh dalam waktu tujuh menit. Jelas itu sebuah pembunuhan berencana," ucap Cavusoglu.
Dia kemudian mengatakan terdapat rekaman di mana ada seorang dokter forensik yang menyuruh pelaku lain untuk mendengarkan musik.
Musik itu diputar ketika dokter forensik tersebut mulai memotong jenazah Khashoggi. "Dia sepertinya menikmatinya. Sangat menjijikkan," ujar Cavusoglu.
Jika merujuk kepada laporan yang berkembang pertengahan Oktober, diduga dokter forensik itu bernama Salah al-Tubaigy.
Baca Juga : Usai Dimadu Suami dan Dituding Jual Diri, Artis FTV Nadya Almira Banting Setir Dagang Baju!
Baca Juga : Berstatus Istri Mayor Jenderal TNI, Bella Saphira Pamer Potret Liburan Mewah di Bali Bareng Suami
Baca Juga : Della Perez Tersangkut Prostitusi Online, Ini Kabar Gaston Castano Mantan Iparnya yang Kini Jadi Papah Muda
Baca Juga : Paksa Cucunya Foto Sampai Nangis, Ibu Ayu Ting Ting Banjir Hujatan