GridPop.ID - Kerusuhan 22 Mei lalu menyimpan pemandangan unik di tengah ketegangan massa.
Aksi damai yang berujung ricuh tersebut terpaksa membuat petugas menutup sebagian jalan.
Dikutip dari Grid.ID, segala kendaraan dilarang melintas dan diminta untuk mencari jalan alternatif.
Namun, larangan tersebut tidak berlaku bagi pedagang kopi dan minuman ringan keliling.
Pedagang yang dikenal sebagai 'Starling' ini masih dapat melewati jalan yang lengang imbas dari penutupan.
Tukang starling ini memiliki ciri khas engan mengendarai sepeda yang membawa ketel air panas serta bermacam-macam produk minuman kemasan.
Dilansir dari GridHot.ID, tayangan Kompas TV Live via akun Twitter @UncleDimas, juga mengunggah fenomena pedagang starling menjajakan dagangannya.
Dalam video terlihat penjual kopi keliling tersebut dengan telaten mengayuh sepedanya melewati para Petugas Kepolisian.
Meskipun situasi di depan Kantor Banwaslu jauh dari kata kondusif, kiranya tidak membuat penjual kopi itu bergeming.
Tak disangka, para pedagang asongan yang wara-wiri di sekitar gedung Bawaslu itu mengalami ketiban untung.
Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (25/5/2019), salah satu pedagang Starling, Hidayat (26), mengaku ketumpahan rezeki nomplok.
"Alhamdulillah, Mas. Laris enggak usah ditanya, pas lagi ramai-ramainya kemarin-kemarin sampai tiga kali lipat (pendapatannya) sehari," ujarnya ketika ditemui Kompas.com di depan Gedung Djakarta Theatre, seberang Sarinah dengan sepedanya.
"Pas tanggal berapa ya itu, dua hari lalu kalau enggak salah, ya ampun, Mas, saya dari pagi sampai malam bisa tiga kali ngambil stok ke bos. Pas mau ambil stok lagi, bos bilang sudah habis. Kalau enggak bisa empat-lima kali tuh," kata pria yang tinggal di bilangan Kwitang itu.
Nasib yang sama juga dialami pedagang asal Sukoharjo, Wariman (52), yang seolah menang bak lotre saat kericuhan terjadi di sekitar Gedung Bawaslu 22 Mei lalu.
Saat kericuhan mengganas di seperempat malam, Wariman memilih untuk menepi di seberang Halte Sarinah yang berjarak kurang lebih 200 meter di belakang barikade terdepan Brimob yang berhadapan dengan massa.
Di tempat itu, Wariman menangguk keuntungan dengan cepat karena diserbu anggota Brimob yang tengah kebagian jatah istirahat.
Dagangannya ludes dalam rentang waktu tak sampai sejam.
Padahal sebelumnya, ia butuh kira-kira tiga jam berkeliling pada siang menjelang sore hari untuk menjual habis satu stok dagangan.
"Saya enggak khawatir sama sekali, soalnya di belakang Brimob. Percaya saja lah sama mereka (Brimob). Saya kan ada di bawah JPO (jembatan penyeberangan orang) sana. Itu kan di tengah-tengah Brimob yang lagi tempur sama yang lagi jaga (di arah Bundaran HI). Depan Brimob, belakang Brimob, Aman lah pasti," tutur pria dua anak itu.
"Nah, ya alhadulillah rezeki sudah ada yang ngatur juga. Sebenarnya saya memang kejebak juga di situ kan enggak bisa ke mana-mana lagi. Eh kebetulan saja ya mereka (Brimob) juag manusia yan namanya, haus juga pasti dari siang kejemur. Kadang ada temannya atau komandannnya saya enggak tahu, langsung ngeborong gitu saja buat dibagiin, enggal ambil kembalian lagi. Coba tanya tukang rokok juga, pasti sama ceritanya sama saya," Wariman berkisah.
"Barang enggak nyampe sejam, bayangin, Mas, habis!" tambah dia lagi.
Keramaian memang selalu menjanjikan bagi para pedagang asongan seperti Wariman dan Hidayat.
Terlebih, dagangan mereka merupakan hajat yang senantiasa diperlukan setiap orang yakni minuman.
Meski meraup banyak untung, tetapi hati kecil Hidayat sebetulnya tidak sreg.
Baca Juga: Kobaran Api Muncul, Massa Dipukul Mundur, Begini Kondisi Terakhir Saat Subuh di Gedung Bawaslu
Dia merasa ganjil, pendapatannya diperoleh saat kericuhan yang menebarkan kerusakan dan ketakutan di mana-mana.
"Kalau saya bisa disuruh milih, saya mending dapat kayak biasa saja lah, tapi enggak usah ribut-ribut begini. Bukan maksudnya saya enggak bersyukur sama yang di atas," tutup Hidayat.
Hidayat rupanya tak mau egois.
Sebab, sejumlah pedagang lain justru merugi, bahkan tak bisa berjualan lagi karena dagangan habis dijarah hingga warung dibakar.
Ia sadar, jakarta yang aman dan nyaman jauh lebih berharga dibanding mendapat uang melimpah di tengah kerusuhan. (*)