Find Us On Social Media :

Sungguh Kejam, Seperti Ini Potret Penjara Nerve Tirza di Israel, Saksi Bisu Kepiluan Narapidana Wanita di Balik Jeruji Besi

By Veronica Sri Wahyu Wardiningsih, Sabtu, 8 Juni 2019 | 08:00 WIB

Kehidupan di balik jeruji besi Nerve Tirza

GridPop.ID - Kehidupan di balik jeruji besi memang selalu menjadi misteri.

Orang awam jarang yang mengetahui bagaimana para tahanan menghabiskan waktu di balik tembok besar dan dingin itu.

Namun, sebuah kenyataan menyakitkan terungkap tatkala seorang fotografer membongkar sisi lain kehidupan para tahanan wanita di penjara Israel.

Baca Juga: Segera Hindari Makanan yang Sangat Digemari Kaum Hawa Ini, Jadi Penyebab Utama Kanker Payudara yang Merenggut Nyawa Renita Sukardi

Dilansir dari Suar.ID, pada 2011 lalu, seorang fotografer berbasis di Tel Aviv, Israel, bernama Tomer Iffrah, mendapatkan akses masuk ke penjara Nerve Tirza, di Ramle Israel.

Ini adalah penjara yang bisa menampung sekitar 200 orang, semuanya wanita, dari usia 18 hingga 70 tahun.

Mereka mewakili sebagian kecil dari total populasi penjara Israel, yang diperkirakan antara 20 ribu dan 25 ribu narapidana.

Baca Juga: Mengiris Hati, Tiap Hari Selalu Cari Nafkah Demi Dapat Uang Rp 50 Rupiah, Nelayan Korban Mutilasi di Ogan Ilir Tinggalkan Istri dan 5 Anak yang Masih Kecil

Awalnya, Iffrah hanya memotret satu tahanan.

Namun dia berbicara dengan beberapa narapidana dan akhirnya bisa memotret dan menggambarkan banyak kehidupan di dalam penjara tersebut.

Selama tiga bulan, dia menghabiskan satu hari dalam seminggu di dalam penjara tersebut dan mendapatkan banyak wawasan mengenai kisah hidup para narapidana.

Baca Juga: Miris, Tak Pulang Sejak Malam Lebaran, Seorang Nelayan di Ogan Ilir Ditemukan Tewas Termutilasi Tanpa Kepala dan Tangan

"Para narapidana berasal dari latar belakang sosial yang beragam dan kebanyakan adalag minoritas tak berdaya," kata Iffrah.

"Mereka berbagi kehidupan di dalam penjara dan terjebak di dalam lingkungan setan," tambahnya.

Foto-foto Iffrah menunjukkan sisi lain kehidupan dari sebuah penjara.

Baca Juga: Siap Angkat Jangkar untuk Mulai Perang Lagi, Susi Pudjiastuti Akan Tenggelamkan 30 Kapal Asing Usai Libur Lebaran 2019!

Para tahanan yang berdesakan di ruangan kecil dan berbagi tempat tidur yang kecil dengan para tahanan lain.

Pada 1979, mantan tahanan di Nerve Tirza bernama Rasmiah Odeh, seorang wanita Palestina dihukum dalam dua pemboman, dan bersaksi di depan sebuah komiter PBB tentang Israel dan hak asasi manusia.

Odeh menyatakan kekhawatirannya tentang kepadatan Nerve Tirza dan menceritakan 150 tahanan berbagi sel dan beberapa dari mereka membawa anak-anaknya.

Baca Juga: Kritik Pedas Fadli Zon Terkait Lalu Lintas Mudik Lebaran 2019 yang Dianggap Kian Mulus: Jangan-jangan Karena Tiket Pesawat dan Jalan Tol Mahal Jadi Semuanya Lancar

Menurut Odeh, mereka yang tinggal di sana telah kehilangan kebebasan berekspresi.

Mereka tak bisa menuliskan perasaan mereka selian itu para tahanan juga tidak memiliki kebebasan untuk beribadah.

Hukum kolektif menurut kesaksian tahun 1979 Odeh menyatakan, "Sering terjadi pemukulan, semprotan dengan gas, dirampas dari kunjungan dan dipindahkan ke fasilitas sel lain."

Baca Juga: Orangtua Lalai, Seorang Balita Terkunci Dalam Mobil yang Sedang Menyala di Surabaya, Yang Terjadi Sangat Mengejutkan

Saat ini, Iffrah melihat penjara sangat ramai dibandingkan penjara-penjara lain yang pernah dia kunjungi sebelumnya.

Para wanita disimpan dalam berbagai sel dan dibagi dengan berbagai kelas, sebagian harus masuk ke dalam sel yang sangat kecil dengan lima orang di dalamnya.

Para wanita yang tinggal di Nerve Tirza hidup tanpa memandang latar belakang sosial, agama, budaya mereka, karena sebagian dari mereka adalah etnis minoritas yang tidak dilahirkan di tanah Israel.

Baca Juga: Viral Gara-gara Pensiun Dini, Jawaban Perwira TNI Ini Saat Ditelepon Mantan Anak Buahnya Pas Lebaran Sungguh Tak Disangka-sangka

Beberapa dari mereka berasal dari Rusia, Ethiopia, dan Amerika Selatan.

Sejauh upaya rehabilitasi bagi tahanan yang dibebaskan, Iffrah percaya bahwa staff telah melakukan yang terbaik, namun hal itu tidak benar-benar membantu para narapidana.

Beberapa gambar yang sempat diambil Iffrah menunjukkan sebuah pementasa fesyen pertama yang diselenggarakan oleh narapidana di Nerve Tirza sebagai bentuk proyek rehabilitasi.

Baca Juga: Khirani Trihatmodjo Sungkem Pada Mayangsari dan Bambang Trihatmodjo, Cara Tak Lazim Yang Dilakukannya Jadi Sorotan!

Hal itu juga dimaksudkan untuk mengembalikan kepercayaan diri mereka setelah jangka waktu lama dipenjara.

Para tahanan bekerja sama membuat koleksi yang terinspirasi oleh apapun dari simbol militer Inggris, hingga simbol agama India.

Bukan hanya di Israel saja, di negara bagian Asia para tahanan wanita juga mengalami kekerasan.

Baca Juga: Tak Hanya Ajak Orangtua untuk Dibaiat, Pelaku Bom Bunuh Diri di Kartasura Kerja Serabutan hingga Minta Uang Ayah Ibunya untuk Rakit Bom

Dikutip dari Serambi News, para tahanan wanita di Korea Utara yang tinggal di kamp-kamp penjara politik ternyata sering diperkosa.

Bila hamil, mereka akan dieksekusi mati.

Yang lebih mengerikan, mereka akan dibunuh dengan dilempari batu dan bayi mereka akan dijadikan santapan anjing penjaga, seperti yang diberitakan Fox News.

Hal tersebut diungkapkan oleh Park Ju-yong, pembelot yang selama hidupnya tinggal di kamp penjara Korea Utara selama lebih dua puluh tahun.

Baca Juga: Gelar Open House di Istana Negara, Jokowi dan Iriana Dibuat Kaget dengan Salah Satu Tamu yang Tiba-tiba Sujud dan Menangis Terisak, Ada Apa?

Ia memberikan pengakuan kepada surat kabar Korea Selatan, Donga Ilbo, dan menceritakan apa yang harus dipatuhi narapidana selama masa hukumannya, Selasa (19/9/2017).

Para tahanan wanita tersebut menjadi korban kekerasan seksual di tangan para sipir atau penjaga keamanan.

Mereka yang bersedia berhubungan seksual akan dikurangi beban kerjanya di kamp penjara.

Baca Juga: Soroti Bom Bunuh Diri di Kartasura, Buya Syafii Berujar Agama Bukan untuk Bangun Kebiadaban, Mahfud MD Tegaskan Polisi Harus Usut Tuntas dan Terbuka

Park Ju-yong menduga wanita yang hamil setelah diperkosa oleh para penjaga akan dipindahkan dari kamp, lalu dibunuh secara diam-diam.

"Setelah melahirkan, para ibu dieksekusi mati dan bayi mereka yang baru lahir dijadikan sebagai makanan untuk anjing penjaga," ungkapnya. (*)