GridPop.id - Nama Gang Dolly dulu sangat tersohor ke seluruh pelosok negeri.
Namun, tempat tersebut kini tinggal kenangan.
Meski telah 5 tahun Gang Dolly di Surabaya ditutup, namun lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara tersebut masih saja menyisakan kisah.
Berada di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, penutupan Gang Dolly sempat membuat heboh pemberitaan.
Terutama dari mereka yang kehilangan sumber penghasilan usai dilakukannya penutupan Gang Dolly, termasuk Jarwo Susanto.
Jarwo Susanto adalah salah satu warga di Gang Dolly yang dulu menolak keras penutupan lokalisasi legendaris tersebut.
Sebagaimana diberitakan oleh Kompas.com, Jarwo Susanto merupakan pedagang warung kopi di eks lokalisasi Gang Dolly.
Tak main-main, dalam sehari Jarwo Susanto bisa mendapatkan omzet yang luar biasa dari berdagang kopi.
Setidaknya, pendapatan sejumlah Rp 500.000 sampai Rp 800.000 selalu masuk ke kantongnya dari warkop yang ia buka di Gang Dolly.
Dengan omzet per hari yang cukup fantastis tersebut, pendapatan per bulan Jarwo Susanto pun tak kalah mencengangkan.
Sebulan, Jarwo Susanto bisa mendapatkan penghasilan sejumlah Rp 45 juta hanya dengan membuka warung kopi.
Inilah yang kemudian membuat Jarwo Susanto mati-matian menolak penutupan Gang Dolly.
Jarwo Susanto adalah salah satu warga Gang Dolly yang sangat vokal memperjuangkan agar lokalisasi tersebut tetap dibuka.
Mengutip pemberitaan dari Tribun Jatim, Jarwo Susanto melakukan berbagai cara demi menentang kebijakan pemerintah.
Dari demonstrasi, bakar ban, sampai menggiring kerbau yang ditulisi nama Soekarwo, Risma, dan Kepala Dinsos Surabaya Supomo juga pernah dilakoni.
Bahkan dalam aksinya, Jarwo Susanto sampai pernah bentrok dengan aparat.
Akibatnya, Jarwo Susanto masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) alias menjadi buron.
Jadi buron, Jarwo Susanto kemudian minggat dari rumah dan kabur ke beberapa tempat.
Pertama ia kabur ke Benowo, Surabaya.
Kemudian ia berpindah ke Malang dan Sidoarjo.
Namun dalam perjalanan kasus buronnya Jarwo Susanto ini akhirnya terkuak kebenaran bahwa ia tak terlibat dalam kerusuhan.
Akhirnya, Jarwo Susanto yang saat itu bersembunyi di rumah saudaranya di Sidoarjo memberanikan diri untuk pulang ke rumah asalnya di Gang Dolly.
Kehilangan omzet Rp 45 juta setelah penutupan Gang Dolly, Jarwo Susanto lantas banting setir menjadi penjual tempe.
Di rumah saudaranya di Sidoarjo, Jarwo Susanto belajar cara membuat tempe dan kemudian dipraktikkan di rumah.
Usaha tempe Jarwo Susanto meningkat pesat bahkan sampai melanglang buana.
Dari semula hanya menghasilkan 3 kg tempe per hari, kini Jarwo Susanto bisa memproduksi 23 kg tempe per harinya.
Hasil produksi tempe Jarwo Susanto juga sudah dipasarkan ke luar negeri alias go international.
Dalam memproduksi tempe, Jarwo mengkaryakan keluarga dan tetangga-tetangga di lingkungan rumahnya.
Inilah yang kemudian membuat kisah Jarwo Susanto akhirnya dibukukan oleh Mustofa Sam, dengan judul Jarwo Susanto Si Arek Dolly.
Lantas, apakah pendapatan Jarwo Susanto sesukses ketika ia masih mejadi juragan warkop di Gang Dolly?
"Omzet saya dalam satu bulan sekitar Rp 10 juta sampa Rp 18 juta," ujar Jarwo Susanto kala ditemui Kompas.com dalam acara Spiritual Management in Action : Tempe Bang Jarwo yang diselenggarakan di Aula MM FEB Unair pada Selasa (18/6/2019).
Produk tempe yang dijual Jarwo Susanto ini diberi nama Tempe Bang Jarwo setelah sebelumnya dinamai Tempe Dolly. (*)