GridPop.ID - Tak semua orang bisa mengalami nasib yang beruntung.
Seperti yang dialami oleh salah satu ibu korban gempa Maluku ini.
Ia terpaksa melahirkan dalam sebuah gubuk reyot yang tergenang air akibat badai dan hujan lebat.
Seorang Ibu bernama Wa Ona Windi, pengungsi korban gempa asal Dusun Waitasi, Desa Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, melahirkan bayinya di sebuah gubuk reyot di perbukitan desa tersebut.
Windi melahirkan dalam kondisi sangat memprihatinkan di dalam sebuah gubuk berukuran 2x2 meter.
Atap gubuk tersebut terbuat dari daun sagu. Sementara dindingnya hanya dilapisi daun kelapa yang disusun seadanya.
Tak hanya itu, saat Windi melahirkan, kondisi cuaca sangat buruk.
Badai dan hujan lebat menerpa gubuk reyot.
Saat melahirkan bayinya, Windi hanya dibantu oleh suaminya Onyong Saun dan beberapa keluarga dekatnya tanpa ada petugas medis.
Ayah Windi, La Sididi mengatakan, putrinya itu melahirkan bayinya pada Kamis (3/10/2019) malam.
Menurut dia, angin kencang disertai hujan deras yang mengguyur lokasi pengungsian membuat seisi gubuk tempat anaknya berteduh tergenang air.
“Saat itu hujan sangat kuat sekali, di dalam walang (tenda) air balandong (tergenang) semua,”kata La Sididi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/9/2019).
Baca Juga: Praktek Sendiri Usai Lihat Tutorial di Youtube, Seorang Wanita Meninggal Usai Melahirkan di Rumah
Windi tidak bisa dibawa ke rumah sakit untuk menjalani proses persalinan dengan baik, lantaran jarak lokasi pengungsian dengan Puskesmas Kairatu sangat jauh.
Sementara itu, getaran gempa susulan yang terus dirasakan membuat Windi tidak bisa dibawa ke Puskesmas terdekat.
“Jadi sama sekali tidak ada bantuan medis. Puskesmas juga jauh, sekitar 10 kilometer dari lokasi pengungsian, jadi kita pasrah saja,” ujar La Sadidi.
Meski demikian, Windi mampu bertahan dan akhirnya melahirkan bayinya dengan selamat.
”Alhamdulilah cucu saya lahir dengan selamat, seorang perempuan,” kata La Sadidi.
Hingga saat ini, warga di Kairatu, Seram Bagian Barat, masih terus merasakan getaran gempa susulan yang cukup kuat.
Kondisi itu membuat warga belum berani turun ke perkampungan mereka dari hutan-hutan dan perbukitan.
Menurut La Sididi, setelah melahirkan, putrinya sempat dievakuasi ke rumah mereka di Dusun Waitasi.
Namun, karena gempa terus terjadi, putrinya itu kembali ke lokasi pengungsian yang jaraknya sekitar 7 kilometer dari rumah mereka.
“Anak saya sudah naik lagi ke gunung sambil berjalan kaki, karena tadi gempa sangat kuat barusan terjadi pas mau shalat Jumat,” kata La Sadidi.
Menurut La Sadidi, warga di Dusun Waitasi dan dusun-dusun lainnya hingga kini masih berada di lokasi pengungsian dan belum berani turun ke perkampungan.
Selama sepekan mengungsi di perbukitan, banyak warga belum juga mendapat bantuan baik tenda, sembako maupun selimut.
Selain itu, belum ada bantuan medis dan obat-obatan.
“Kita hanya dapat beras 5 kilogram dan sarimi. Kalau posko kesehatan obat-obatan dan tenaga medis di lokasi pengungsian tidak ada sama sekali,”kata La Sadidi.
Menurut La Sadidi, tenda dan selimut paling dibutuhkan, karena cuaca buruk yang terjadi.
"Memang kemarin ada bantuan tenda, tapi hanya tujuh dan itu tidak bisa menampung ribuan pengungsi,” kata La Sadidi. (*)