"Djaduk ingin perfeksionis. Pekerja keras. Persiapan dilakukan menyedot energi dan konsentrasi yang melebihi dosisnya. Itulah Djaduk," kata dia.
Butet berharap, meskipun adiknya telah berpulang, Ngayogjazz 2019 nanti tetap diselenggarakan.
"Sebagai monumen terakhirnya Djaduk," kata dia.
Selain mempersiapkan Ngayogjazz 2019, seniman dengan nama lengkap RM Gregorius Djaduk Ferianto itu dijadwalkan juga akan melangsungkan pertunjukan Teater Gandrik di Surabaya, yang mengangkat tema 'Para Pensiunan'.
Teater ini akan dipentaskan di Mall Ciputra pada awal Desember. Latihan perdana sedianya diagendakan 14 November 2019 besok.
"Saya tidak tahu apakah pentas ini mau dilanjutkan atau tidak. Saya tidak bisa membayangkan suasana hati teater Gandrik yang harus main full dengan kejenakaan. Tapi situasi hati seperti yang saya rasakan sekarang ini. Butuh perjuangan untuk menata hati," ungkap dia.
Selain dua agenda musik dan teater di dalam negeri, Djaduk dan Butet diketahui juga sedang mempersiapkan penampilan di Cape Town Jazz, di South Africa, akhir bulan Maret mendatang.
Dalam pentas tersebut, Djaduk dikatakan Butet semestinya akan berkolaborasi dengan vokalis dan pemusik perkusi dari Johannesbeurg dan Cape Town.
Bahkan, ketika mendaki table mountain di Afrika Selatan, pada September silam, menurut Butet, Djaduk melaporkan kepadanya bahwa dia sudah menemukan melodi yang rencananya akan ditempilkan bersama Musisi Afrika.
Saat berada di puncak Table mountain, kata Butet, adiknya itu menemukan melodi dengan cara bersiul siul, kemudian direkam di handphone miliknya.
Setiba di Indonesia, Djaduk katanya sudah menceritakan bersama kawan kawannya bahwa dirinya telah menyiapkan satu komposisi melodi yang sudah dia dapatkan diatas puncak gunung di Afrika Selatan itu.
"Mudah-mudahan kawan kawan di Kua Etnika yang sudah bekerjasama dengan Djaduk, bisa mewujudkan satu komposisi yang melodinya sudah ditemukan. Di puncak gunung tertinggi itu," tutur Butet, terisak, tak kuasa menahan tangis.