GridPop.ID - Setelah sekian lama menanti, akhirnya Ahmad Dhani bisa menghirup udara bebas.
Tepat hari Senin ini (30/12/2019), Ahmad Dhani bebas dari penjara LP Cipinang, Jakarta Timur.
Ahmad Dhani bebas murni setelah menjalani hukuman terkait kasus ujaran kebencian.
Dikutip dari Kompas.com, Dhani bebas setelah menjalani hukuman penjara sejak 28 Januari 2019 dengan dipotong remisi.
Dalam catatan kasus hukumnya, Dhani menjalani dua kasus sidang.
Kasus pertama terkait kasus ujaran kebencian pada 2018 hingga divonis Januari 2019 di PN Jakarta Selatan.
Selain itu, Dhani juga harus menjalani sidang kasus pencemaran nama baik atau vlog idiot pada pertengahan 2019 di PN Surabaya.
Kebebasan dari pentolan Dewa 19 ini tentu disambut gembira oleh keluarga dan pendukungnya.
Istri Dhani, Mulan Jameela, lantas membagikan kebahagiaan setelah sang suami akhirnya bebas.
Hal itu terlihat pada unggahan foto Mulan Jameela di akun Instagram pribadinya.
Nampak Mulan Jameela memeluk mesra sang suami di depan dinding bertuliskan 'Rumah Tahanan Negara Klas I Cipinang'.
Dhani yang mengenakan kaus hitam bergambar tokoh pahlawan nasional Jenderal Sudirman itu juga merangkul istrinya.
Dalam keterangan foto, Mulan Jameela pun mengungkapkan syukurnya karena kebebasan sang suami.
Ia lantas mengajak suaminya pulang ke rumah di mana keluarga sudah menunggu kedatangannya.
"Alhamdulillah ya Allah.. Ayo kita pulang ke rumah suamiku sayang. Mama dan anak2 udah nunggu," tulisnya.
Menilik perjalanan kasus Ahmad Dhani, begini kisahnya yang berhasil dirangkum oleh Kompas.com.
Kasus ujaran kebencian
Dhani terseret kasus ujaran kebencian melalui sejumlah twit yang ia tulis di akun Twitter @AHMADDHANIPRAST pada Maret 2017.
Setidaknya terdapat tiga twit yang kemudian diperkarakan terhadap pentolan grup band Dewa 19 ini hingga harus berurusan dengan hukum.
Atas twit-twit yang dinilai memuat ujaran kebencian tersebut, Ahmad Dhani dilaporkan oleh pendiri BTP Network, Jack Boyd Lapian. BTP Network merupakan kelompok pendukung Ahok-Djarot saat Pilkada DKI Jakarta 2017.
Ia dilaporkan atas dugaan pelanggaran terhadap Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Atas kasus yang menjeratnya, pada November 2017 Ahmad Dhani akhirnya ditetapkan menjadi tersangka kasus ujaran kebencian.
Ahmad Dhani menjalani sidang untuk kasus ujaran kebencian yang dialamatkan kepadanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pada sidang putusan 28 Januari 2019, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis penjara 1,5 tahun penjara kepada Ahmad Dhani.
Dhani terbukti melanggar tindak pidana dengan sengaja menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan melalui twit-twitnya.
Namun, Dhani mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hukumannya pun dipangkas menjadi satu tahun kurungan penjara.
Kasus vlog idiot
Sedangkan dalam kasus ini, aktivitas "Ngevlog" musik Ahmad Dhani yang diambilnya pada 26 Agustus 2018 lalu di Surabaya berujung masalah hukum.
Mulanya, band Dewa 19 yang ada di daerah kelahirannya hadir untuk menghadiri acara deklarasi 2019 Ganti Presiden. Namun, acara tersebut gagal karena dibubarkan polisi.
Dhani yang saat itu menginap di Hotel Majapahit tidak bisa keluar dari hotel karena dihadang massa pengunjuk rasa. Dari situ, Dhani membuat vlog yang diunggah di akun instagram-nya.
Isi vlog itu terkait permintaan maaf Dhani kepada massa deklarasi 2019 Ganti Presiden karena tidak bisa keluar dari hotel untuk menghadiri massa aksi.
Selain itu, Dhani juga menyebut bahwa massa yang menghadangnya di Hotel Majapahit adalah orang-orang 'idiot'.
Atas video tersebut, Dhani dilaporkan oleh Koalisi Bela NKRI ke Polda Jawa Timur atas video vlog tersebut.
Pada 18 Oktober 2019, Polda Jawa Timur menaikkan status hukum Dhani dari saksi menjadi tersangka pencemaran nama baik atau vlog idiot.
Ahmad Dhani menjalani sidang perdana kasus tersebut pada 7 Februari 2019 di Pengadilan Negeri Surabaya.
JPU menuntut Ahmad Dhani 1 tahun 6 bulan penjara.
Sedangkan, Majelis Hakim PN Surabaya menjatuhkan hukuman lebih ringan dari tuntutan, yakni 1 tahun penjara pada 11 Juni 2019.
Setelah banding, Pengadilan Tinggi Surabaya menurunkannya menjadi 3 bulan penjara dan 6 bulan percobaan. (*)