"Jadi begini, saat saya menuliskan hal tersebut saya melihat data update per tanggal 14 Maret 2020. Indonesia masih berada di titik 96, lalu difitting data dari beberapa negara yang saat itu sudah terlebih dahulu memiliki data, dan pelakukan penanganan pencegahan," kata Nuning kepada Kompas.com, Senin (23/3/2020).
"Dari negara-negara tersebut, saat itu Korsel memiliki selisih data terbaik dibanding yang lain. Sehingga dipilih model data Korsel. Jadi kecocokannya dilihat dari selisih error perhitungan. Itu saja. Padahal Korea telah melakukan penanganan yang cukup massive," imbuhnya, dikutip dari TribunJatim.com.
Hasil simulasi lewat model Richard's Curve dengan memasukkan data 14 Maret 2020 (dengan 96 kasus), tampak bahwa puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia adalah akhir Maret 2020, kemudian diprediksi berakhir pada pertengahan April 2020.
Perubahan Perhitungan Simulasi
Namun karena kasus Covid-19 di Indonesia terus merangkak naik, perhitungan simulasi itu pun bergerak dan telah berubah.
"Namun data saat ini juga bertambah dan terus naik, akibatnya dinamika dari data akan memengaruhi perhitungan parameter model kurva Richard yang berakibat juga pada perubahan proyeksi, baik dari sisi akumulasi dan juga puncak kasus," kata Nuning.
Karena model proyeksi ini "hanya" berdasarkan informasi data akumulasi kasus saja, akibatnya kenaikan kasus akan menyebabkan perubahan proyeksi.