Pengalaman pahit yang sulit mereka lupakan adalah ketika harus melarung empat jenazah rekannya ke lautan lepas.
Upaya mereka agar jenazah "disimpan" di ruang berpendingin, dan kelak dikubur "secara layak" di daratan, ditolak kapten kapal.
Mereka berulang-ulang meminta kepada kapten kapal agar jenazah rekannya itu dikubur saat kapal berlabuh.
"Kami sudah ngotot, tapi kami tidak bisa memaksa, wewenang dari dia [kapten kapal] semua," kata NA.
"Mereka beralasan, kalau mayat dibawa ke daratan, semua negara akan menolaknya," ujar NA menirukan jawaban kapten kapal.
Dihadapkan kenyataan pahit seperti itu, NA dan rekan-rekannya yang beragama Islam akhirnya hanya bisa memandikan dan menshalati jenazah rekan-rekannya.
"Kami mandikan, shalati dan baru 'dibuang'," ungkapnya.
MY mengatakan, hal itu melanggar kontrak ABK karena di perjanjian awal "(jenazah) ABK bisa dipulangkan." (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah ABK Indonesia di Kapal China, Tidur Hanya 3 Jam dan Makan "Umpan Ikan""