"DKI sanggup (memberikan bansos ke) 1,1 juta, kami siapkan yang 2,5 juta. Jadi jangan diubah itu, Kalau diubah, jadi kacau di lapangan," lanjutnya.
Tak berhenti sampai disitu, kekacauan kembali muncul kala ada rakyat yang mendapatkan bantuan double, yakni dari Kemensos dan Pemprov DKI.
Ironisnya, bahkan terdapat warga miskin yang seharusnya masuk dalam daftar penerima bansos, namun malah tak mendapatkan apa-apa.
Kemensos juga telah meminta kepada DKI untuk mengerahkan RT/RW agar mendata rakyat miskin di daerahnya.
"Karena banyak orang miskin baru gara-gara Covid-19. Pengusaha UMKM juga banyak yang mata pencahariannya hilang dan itu tidak ada dalam data," ujar Muhadjir.
Namun oleh Pemprov DKI, data itu tak kunjung disalurkan ke Kemensos.
Sementara di sisi lain warga sudah berteriak-teriak minta bantuan.
"Jadi di lapangan kacau. Karena daftar (warga penerima bansos) yang diturunkan kepada Kemensos itu adalah yang (data) punya Gubernur. Nah, sementara RT/ RW juga punya data sendiri yang itu mestinya dikirim ke Kemensos, tapi tidak dikirim," paparnya.
Padahal, menurut Muhadjir, pemerintah hanya ingin memberikan bantuan secara merata, bukan malah tumpang tindih atau justru salah sasaran.
(*)