GridPop.ID - China sedang menyulut api peperangan dengan menantang banyak negara.
Berbagai negara besar seperti Vietnam, Malaysia, Fillipina hingga Amerika Serikat pun ditantang oleh China.
Indonesia sendiri perlu waspada karena beberpa kali China 'bandel' menerobos ZEE Indonesia di perairan Natuna Utara.
Melansir dari Sosok.id, untuk mengamankan wilayah perairannya, Indonesia mengganti nama Laut China Selatan.
Pada Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru.
Nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara.
Langkah tersebut diambil untuk menciptakan kejelasan hukum di laut dan mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia.
Keputusan tersebut memicu kritik dari Beijing.
Lalu, pada 19 Desember 2019, sejumlah kapal asing penangkap ikan milik Tiongkok diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau.
Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF).
Selain itu, Coast Guard Tiongkok juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.
Oleh sebab itu Indonesia kini jadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang tak ingin berkompromi dengan Tiongkok mengenai batas wilayah perairan di Utara Natuna tersebut.
Tak hanya itu, Indonesia mulai gerah dengan kelakuan China dan sergap menangangi kasus perbudakan dan perdagangan manusia yang dilakukan oleh Tiongkok.
Baru-baru ini Tentara Nasional Indonesia kembali melakukan operasi penyelamatan warga negara Indonesia dari perbudakan yang dilakukan oleh kapal China.
Warga negara Indonesia itu diduga merupakan hasil dari perdagangan manusia yang dilakukan China.
Melansir Kompas.com via Sosok.id, diungkapan TN berhasil menyelematkan sekitar 23 orang dengan rincian 22 orang selamat, satu orang meninggal.
Komandan Lantamal IV Tanjungpinang Laksamana Pertama TNI Indarto Budiarto memberikan penjelasan mengenai pengejaran dua kapal berbendera China dan ditemukannya jasad satu pekerja WNI, ABK salah satu kapal, dalam kondisi tewas di dalam freezer.
Korban tewas tersebut bernama Hasan Afriandi asal Lampung. WNI yang meninggal dunia di kapal berbendera China tersebut sebelumnya telah mencari cumi di perairan Argentina bersama sembilan WNI lainnya, di Kapal Lu Huang Yuan Yu 118.
Sementara di kapal berbendera China lain yang juga dikejar, yakni Lu Huang Yuan Yu 117, terdapat 12 WNI yang bekerja sebagai ABK.
"Jadi total seluruhnya ada 22 WNI yang dipekerjakan dari dua kapal nelayan berbendera China, yakni Lu Huang Yuan Yu 117 dan Lu Huang Yuan Yu 118," kata Indarto Budiarto saat melakukan pres rilis di Dermaga Lanal Batam, Rabu (8/7/2020).
Diceritakan Indiarto, di atas kapal Lu Huang Yuan Yu 118 terdapat 32 kru yang terdiri dari 10 WNI termasuk almarhum Hasan Afriandi dan 15 WNA asal China serta delapan WNA asal Filipina.
Para WNI tersebut dipekerjakan diatas kapal Lu Huang Yuan Yu 118 melalui agen PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB) yang beralamat di Jl. Raya Majasem Talang, Kaladawa, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah (Jateng).
Dimana direkturnya bernama Moh. Haji yang beralamat di Tegal, Jateng.
"Hasil keterangan sementara para WNI telah bekerja selama tujuh bulan atau sejak tanggal 1 Januari 2020 hingga saat ini," jelas Indarto.
Para WNI ini termasuk almarhum Hasan Afriandi berangkat dari Jakarta pada tanggal 31 Desember 2019 dengan tujuan bandara Changi, Singapura.
Lalu setelah sampai di Singapura langsung diantarkan oleh agen ke atas kapal Lu Huang Yuan Yu 118.
GridPop.ID (*)