Diminta tes DNA
Keberadaan "satu lagi anak Soekarno" ini terkuak ke publik setelah Majalah Kartini memuat serial kehidupan Gempar, pada terbitan awal tahun 2000.
Tulisan bersambung ber- bentuk features itu memuat kisah kehidupan Gempar di masa lalu, terutama menekankan masa-masa penderitaannya.
Sepintas terbaca seperti dongeng. Namun kepada Intisari, Gempar tegas menyatakan kisah itu sejati.
Tidak ada yang dibuat-buat atau ditambah-tambahi.
Justru pihak keluarga, terutama putranya yang saat itu masih usia anak-anak, sempat keberatan pada kisah-kisah pilu yang diekspos.
Karena itu Gempar merasa perlu memberi pengertian bahwa kisah masa lalu tidak perlu ditutup-tutupi. Justru kalau direkayasa, harusnya merasa malu.
Baru kemudian putranya bisa mengerti dan justru merasa bangga pada kegigihan ayahnya menjalani hidup.
Ramainya publikasi media rupanya mengusik keluarga besar Soekarno.
Berdasarkan cerita Gempar, tahun 2003, ia dihubungi pengacara dari Guruh Soekarno Putra untuk menjajaki kemungkinan tes DNA.
Ia tidak menolak, tapi mengajukan syarat: tes bukan atas permintaan dirinya, dilakukan secara terbuka, dan sampel darah yang diambil harus dikawal oleh tim kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Permintaan itu tidak ada kabarnya sampai sekarang.
Gempar menduga, lantaran dalam uji DNA, tim dokter harus mengambil sampel darah pembanding.
Artinya sampel darah anak-anak Soekarno lain harus juga ikut diambil.
Tentu bisa dibayangkan sulitnya mengumpulkan orang-orang yang sebagian besar merupakan tokoh-tokoh politik nasional.
Namun kalau pun itu suatu kali harus terjadi, Gempar akan bersikukuh dengan syarat yang diajukannya.
"Biar jelas kalau bukan saya yang mencari popularitas. Kalau pun hasilnya benar, ya alhamdulillah. Kalau tidak, berarti ibu saya pembohong," tuturnya tanpa merasa sedikit pun memiliki beban.
Saat ini Gempar bersyukur terhadap satu warisan yakni kemiripan fisik, terutama wajah.
Apalagi kalau ia memakai peci, yang kini jadi seragam wajibnya saat hadir di acara-acara resmi.
Dalam acara kampanye menjelang Pemilu, ia malah sengaja memakai baju mirip baju kebesaran Soekarno, komplet dengan kacamata hitam model jadul.
Wajah mirip, ditambah publikasi media, menjadikan Gempar seperti selebritas. Efek positifnya, banyak orang merasa segan.
Misalnya ketika Gempar berhubungan dengan birokrasi, orang akan menolak pemberian amplop sekadar sebagai tanda terima kasih.
"Katanya mereka merasa tidak enak menerima uang dari anak Proklamator," tutur Gempar menirukan orang-orang itu.
GridPop.ID (*)
Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul Kamu Adalah Anak Soekarno! Kado Natal Buat Charles dari Sang Bunda