"Di Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketentuan pesangon memang sangat bagus 32 kali. Pada prakteknya, hanya 7 persen yang mengikuti ketentuan Undang-Undang 13/2003 tentang pesangon," katanya dalam tayangan virtual, Rabu (14/10/2020).
Menteri dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut juga menyebut, sebanyak 27 persen perusahaan telah membayar pesangon, namun tidak sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan.
Artinya, tidak sesuai kesepakatan membayar pesangon sebanyak 32 kali.
"Praktiknya di lapangan (pembayaran pesangon tak sesuai UU Ketenagakerjaan) seharusnya tidak boleh. Kenapa? Karena ternyata perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk membayarnya karena dianggap terlalu tinggi," ujarnya.
Atas pertimbangan tersebut, pemerintah pun mengubah ketentuan pesangon di Omnibus Law UU Cipta Kerja yang semula 32 kali, menjadi 25 kali gaji.
Dengan pembagian 19 kali ditanggung oleh pemberi kerja/pelaku usaha dan 6 kali (cash benefit) diberikan melalui Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dikelola oleh pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan.
"Pemerintah kan enggak ingin seperti itu. Pemerintah ingin memastikan bahwa pesangon itu betul-betul menjadi hak dan dapat diterima pekerja atau buruh diturunkan dengan ada kepastian terimanya," ujarnya.