GridPop.ID - Pandemi Covid-19 di Tanah Air yang sudah berlangsung hampir 11 bulan dan belum menunjukkan tanda bakal berakhir.
Justru, penularan virus corona terus meluas. Jumlah kasusnya bahkan menembus 1 juta per Selasa (26/1/2021).
Angka tersebut merupakan akumulasi sejak kasus pertama diumumkan pada 2 Maret 2020.
Merespons angka ini, Presiden Joko Widodo memanggil sejumlah menteri ke Istana Kepresidenan, Jakarta, untuk menggelar rapat terbatas.
Salah satu yang turut menghadiri rapat yakni Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Usai rapat, Menkes pun menyampaikan sejumlah pesan.
Ia menyebut bahwa ada dua makna di balik angka Covid-19 yang kasusnya sudah lebih dari 1 juta.
Makna pertama, kata Budi, saatnya Indonesia untuk berduka.
Baca Juga: Serang Indra Penciuman, Begini Cara Ampuh Memulihkan Kemampuan Mencium Bau Usai Sembuh dari Covid-19
Sebab, dengan terus meningkatnya kasus, banyak sekali pasien yang meninggal dunia.
Bahkan, sudah lebih dari 600 tenaga kesehatan gugur dalam menghadapi pandemi ini.
"Dan mungkin sebagian dari keluarga dekat dan teman dekat sudah meninggalkan kita. Itu momen pertama yang harus kita lalui bahwa ada rasa duka yang mendalam dari pemerintah, dari seluruh rakyat Indonesia atas angka ini," ujar Budi.
Makna kedua, kerja ekstra keras mesti terus dilanjutkan. Dengan cara demikian, pengorbanan yang sudah dilakukan para tenaga kesehatan tidak menjadi sia-sia.
Menurut Budi, 1 juta kasus Covid-19 memberikan indikasi bahwa seluruh rakyat Indonesia bersama pemerintah harus bekerja bersama-sama untuk mengatasi pandemi dengan lebih keras lagi.
"Angka 1 juta ini memberikan satu indikasi bahwa seluruh rakyat Indonesia harus bersama dengan pemerintah bekerja bersama untuk atasi pandemi ini dengan lebih keras lagi. Kita teruskan kerja keras kita," ujar Budi.
Sementara itu dilansir dari Tribunews.com, jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia diperkirakan akan mencapai 100 juta pekan ini.
Demikian kata Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus.
WHO menegaskan korban akan jauh lebih banyak bila seluruh negara tidak segera menyuntik vaksin lansia dan tenaga kesehatan pada 100 hari pertama tahun ini.
"Angka bisa membuat kita mati rasa terhadap apa yang ditunjukkannya: setiap orang yang meninggal adalah orang tua, pasangan, anak, teman seseorang," kata Tedros dalam konferensi pers WHO seperti dilansir XInhua pada Selasa (26/01/2021).
Lebih lanjut, Tedros mengutip dua laporan terbaru untuk menunjukkan tanpa akses yang setara dalam mendapatkan vaksin Covid-19, dunia akan menghadapi tidak saja kegagalan moral yang membahayakan, tetapi juga kegagalan ekonomi.
Manusia tidak hanya mati karena Covid-19 namun juga karena mati kelaparan.
Menurut sebuah laporan terbaru dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), yang menganalisis dampak pandemi terhadap pasar tenaga kerja global, sekitar 8,8 persen jam kerja global hilang selama 2020.
Kondisi ini mengakibatkan penurunan pendapatan tenaga kerja di dunia setara 3,7 triliun dolar AS (1 dolar AS =14,082 rupiah).
Laporan itu memproyeksikan bahwa sebagian besar negara akan pulih pada paruh kedua 2021, tergantung pada peluncuran vaksinasi.
Laporan tersebut juga merekomendasikan dukungan internasional untuk peluncuran vaksin di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, serta mendorong pemulihan ekonomi maupun lapangan kerja.
Laporan kedua, yang disusun oleh International Chamber of Commerce Research Foundation menemukan bahwa nasionalisme vaksin dapat merugikan perekonomian global hingga 9,2 triliun dolar AS, di mana hampir separuhnya, yakni sekitar 4,5 triliun dolar AS, akan terjadi di perekonomian paling kaya.
Sebaliknya, Access to COVID-19 Tools Accelerator (ACT Accelerator), inisiatif yang dipimpin oleh WHO, masih kekurangan uang 26 miliar dolar AS pada tahun ini, menurut Tedros.
Padahal menurut Tedros, jika didanai penuh, akan memberikan keuntungan (return) hingga 166 dolar AS untuk setiap dolar yang diinvestasikan.
"Nasionalisme vaksin mungkin membuahkan pemenuhan target politik jangka pendek. Namun, mendukung kesetaraan vaksin merupakan kepentingan ekonomi jangka menengah dan panjang setiap negara," kata Tedros.
GridPop.ID (*)