GridPop.ID - Sudah satu tahun lamanya virus corona mewabah di seluruh dunia.
Beberapa waktu lalu, WHO mengumumkan adanya varian jenis baru dari virus corona di beberapa negara.
Dan kabar buruknya, varian baru virus corona tersebut telah masuk ke Indonesia.
Melansir dari Kompas.com, pada 2 Maret 2021, varian baru virus corona B.1.1.7 telah terkonfirmasi masuk di Indonesia.
Varian virus yang pertama kali terdeteksi di Inggris ini ditetapkan sebagai VUI 202012/01 atau B.1.1.7
Mutasi virus corona B.1.1.7 ini diketahui lebih cepat menular hingga 70 persen dibandingkan dengan varian awal SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan, China.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Oscar Permadi pun menanggapi soal kasus munculnya varian B.1.1.7 di Indonesia.
"Sekali lagi virus ini bisa menular kepada siapa pun, kecepatan (penularan) mutasi ini tentu tidak menyebabkan kondisi pasien menjadi berat," kata Oscar, pada Jumat (5/2/2021).
Menanggapi ditemukannya varian baru ini di Indonesia, Epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, ada yang perlu dipahami pemerintah dan masyarakat dalam mengartikan 'tidak lebih mematikan' dari sebuah virus.
"Tidak lebih mematikan dengan menambah kematian, itu dua hal yang berbeda," kata Dicky, Senin (8/3/2021).
Dalam menghadapi varian virus yang muncul ini, Dicky mengingatkan, vaksinasi bukan satu-satunya jalan keluar dalam upaya mengatasi pandemi.
"Jangan terlalu fokus pada vaksin, karena ingat ya walaupun B.1.1.7 tidak lebih membuat parah, tidak lebih mematikan, itu beda ya," kata Dicky.
Ia juga mengingatkan soal tingkat keparahan penyakit yang disebabkan oleh varian B.1.1.7.
Dicky mencontohkan, jika angka kematian dari orang yang terjangkit B.1.1.7 sebesar 1 sampai 2 persen, dampaknya bisa besar.
Hal ini berkaitan erat dengan jumlah penularan yang tinggi. Semakin tinggi tingkat penularan, semakin banyak yang orang rentan mengalami kematian.
"Dan beda, misal fatality rate-nya 1 persen atau 2 persen misalnya. 1 atau 2 persennya dari 10.000 itu berbeda banget," kata Dicky.
Pada kondisi paling parah, jika terjadi lonjakan kasus akibat varian B.1.17, maka akan memengaruhi sistem pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu, perlu ada kewaspadaan yang tinggi untuk menghadapi varian B.1.1.7 yang lebih menular ini.
Dicky juga menekankan, penanganan mendasar pandemi Covid-19 adalah dengan menjalankan 5T dan 3M secara ketat.
Melansir dari Kontan.co.id yang mengutip dari Times of India, National Health Service (NHS) pun menyoroti gejala Covid-19 yang kerap dialami pasien saat terinfeksi virus corona jenis baru ini.
Selain gejala umum Covid-19 seperti demam, batuk kering, dan hilangnya indra penciuman dan perasa, ada 7 gejala lain yang dikaitkan dengan varian baru corona.
Berikut di antaranya:
- Kelelahan
- Kehilangan selera makan
- Sakit kepala
- Diare
- Kebingungan
- Nyeri otot
- Ruam kulit.
Anggota WHO di seluruh dunia diminta merunut virus SARS-CoV-2 dan berbagi data urutan internasional, khususnya bagi negara yang melaporkan adanya mutasi virus yang sama.
WHO mencatat, strain baru dari virus corona ini kemungkinan dapat menyebar lebih mudah di antara orang-orang dan memengaruhi tes diagnostik.
GridPop.ID (*)