Tertekan dan terdesak untuk membayar sewa setelah diberi pilihan untuk mengosongkan rumah, Pak Hanis tidak punya pilihan lain selain mencoba peruntungannya dengan menelepon sejumlah perusahaan pinjaman berlisensi yang diiklankan tanpa berpikir bahwa sebenarnya ia kian memperumit situasi.
Lahir dalam keadaan normal, Pak Hanis mengalami gangguan penglihatan akibat kecelakaan di jalan sepuluh tahun silam.
Meski telah menjalani tiga kali operasi, mata kirinya gagal kembali pulih dan menjadi tuna netra. Mata kanannya mengalami kerusakan saraf parah yang mempengaruhi penglihatannya - B3.
Alhasil ia harus memakai kacamata khusus dengan lensa yang tebal. Namun, hari ini kacamatanya menjadi kabur karena kerusakan matanya kian parah sementara lensa kacamata tersebut tidak pernah diganti.
Dulu, selain uang bantuan bulanan dari JKM, mata pencaharian utamanya adalah sebagai tukang pijat. Selain bekerja dengan seseorang, ia juga memijat dari rumah ke rumah.
Penghasilannya sebagai tukang pijat dulu cukup untuk menghidupi istri dan dua anaknya yang berusia 14 dan 7 tahun.
Pandemi mulai melanda, dia termasuk warga Malaysia yang kehilangan sumber penghasilan. Sejak itu, hidupnya berubah dan ia harus berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lainnya bahkan ia dulu pernah tinggal di sebuah kontrakan kecil.
Putri sulungnya terpaksa harus tinggal bersama nenek di desa karena tinggal di kontrakan sangat tidak cocok untuk seorang gadis belia.
Khawatir diusir lagi, ia bertekad melunasi tunggakan sewa dengan meminjam dari rentenir yang berlindung di balik nama perusahaan pembiayaan berizin.