GridPop.ID - Kehadiran Presiden Joko Widodo di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo diwarnai penangkapan 10 mahasiswa oleh polisi.
Diduga kesepuluh mahasiswa itu terlibat aksi pemasangan poster yang bertuliskan kritikan untuk pemerintah.
Poster itu dibentangkan saat Presiden berencana menghadiri di acara Forum Rektor Perguruan Tinggi se-Indonesia.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menerangkan, penangkapan itu sebagai pendekatan yang salah.
"Salah, padahal Jokowi sendiri memahami bahwa mahasiswa punya peran untuk bersikap ekspresif, kritis dan bersuara di dalam publik," kata dia kepada TribunSolo, Senin (13/9/2021).
Julius menyayangkan, bahwa yang selalu menjadi masalah dalam penanganan ekspresi publik adalah dengan dalih mengganggu ketertiban umum sehingga harus diamankan.
Padahal, selama tidak terjadi kekerasan dan vandalisme atau pengerusakan.
"Kita ambil contoh petani yang juga diamankan kemarin, itu salah alamat," aku dia.
"Itu adalah aspirasi masyarakat di level akar rumput, salah jika menggunakan pendekatan ketertiban umum," jelasnya menekankan.
Terlebih kata dia, Jokowi sendiri yang menyatakan bahwa mahasiswa memang sudah waktunya kritis untuk menyampaikan aspirasi di ruang publik.
Maka, jika penangkapan demi penangkapan dilakukan, maka yang akan terjadi bisa mencoreng nama baik Presiden Jokowi.
"Presiden akan dinilai otoriter, tidak mau menerima demo. Dengan begitu yang rusak adalah nama presiden, itu kan acaranya presiden," jelasnya.
Julius menilai, komando Kapolri diperlukan untuk memberikan instruksi kepada anggotanya agar tidak terulang kejadian serupa di titik-titik kunjungan presiden selanjutnya.
Penyampaian aspirasi dari masyarakat di level bawah, selama tidak ada tindak kekerasan dan vandalisme, kata dia tidak perlu ada tindakan yang represif dari aparat.
"Ketakutan publik nantinya yang akan tercipta. Nanti masyarakat tidak mau lagi menyampaikan aspirasi karena takut ditangkap," terang dia.
"Padahal kesempatan kunjungan itulah yang seharusnya dimanfaatkan betul karena bisa mendengar aspirasi masyarakat di level paling bawah," jelasnya.
Sementara BEM UNS Solo membenarkan penangkapan 10 mahasiswa tersebut.
"Ada 10 orang mahasiswa ditarik ke Polresta Solo," kata Presiden BEM UNS Solo Zakky Mushtofa saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/9/2021).
Menurut Zakky, sebelum aksi pemasangan poster itu, pihaknya telah mencoba meminta pihak rektorat untuk meminta waktu berdialog dengan Presiden Jokowi.
Namun, permintaan itu ditolak oleh kampus. Pihak BEM, kata Zakky, akhirnya memilih untuk memasang poster.
"Ini jadi momentum kami Pak Jokowi pulang kampung dan ke kampus kami juga. Kami mencoba memberikan aspirasi kepada Pak Jokowi. Kami pertama mengupayakan apa yang menjadi aspirasi kami. Kami pengin secara langsung," kata Zakky.
"Ya sudah, kami coba dengan cara lain membentangkan poster. Dan isi posternya itu hal-hal yang menurut saya kata-katanya masih sopan dan itu merupakan aspirasi bagi kami," tambahnya.
Menurut Zaky, beberapa poster yang mereka bentangkan itu bertuliskan di antaranya bertuliskan demikian, "Pak Jokowi tolong benahi KPK" dan "Pak Jokowi tolong tuntaskan pelanggaran HAM".
Hal itu, kata Zakky, seharusnya dianggap sebagai dukungan moral kepada pemerintahan Jokowi.
"Kami direpresif. Bahkan ditangkapi. Kami pun secara teknis itu kami lakukan di beberapa titik. Di depan halte, 100 meter berikutnya dan seterusnya. Jadi tidak di satu tempat," terangnya.
Zakky menyayangkan tindakan represif aparat terkait aksi mereka.
"Kenapa kami ditangkapi? Apa yang menjadi kesalahan kami. Kami tidak melakukan kriminalisasi dan lain sebagainya. Tapi yang terjadi teman-teman kami ditangkapi 10 orang dan sekarang masih di sana. Katanya mau dibebaskan tapi tidak tahu kapan," sambung Zakky.
GridPop.ID (*)