GridPop.ID - Virus Corona yang sedang menjadi pandemik di dunia membuat masyarakat dipaksa untuk berpikir keras untuk mengatasinya.
Walaupun kini jumlah kasus sudah alami pengurangan namun tetap saja kebijakan baru ini harus tetap kita jalani.
Kebijakan bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah dari rumah adalah upaya untuk memutus rantai penyebaran yang membuat kita harus berhadapan dengan dunia virtual.
Internet dipandang sebagai dunia dalam bentuk yang lain, yaitu dunia maya.
Segala aspek kehidupan dunia nyata ada di dalamnya, seperti dunia bisnis, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Melansir dari Kompas.com, kehadiran Internet saat ini menjadi ruang budaya baru. Virus Corona seakan menjadi penentu “revolusi” budaya di masyarakat.
Teknologi begitu cepat dan begitu besar mempengaruhi peradaban umat manusia.
Dalam kondisi ini perkembangan teknologi informasi telah mengubah bentuk masyarakat manusia dari masyarakat dunia lokal menjadi masyarakat dunia global, dunia yang sangat transparan terhadap perkembangan informasi.
Kini, kita begitu intens menggunakan teknologi informasi dalam berbagai kegiatan kita sehari-hari.
Lebih jauh lagi, dalam beribadah pun ada perubahan yang mau tidak mau dilakukan untuk keselamatan umat manusia.
Tak terbantahkan, pandemi covid-19 saat ini mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia.
Perubahan perilaku dan peradaban manusia ini tentu saja membuat semua pihak kaget dan mengalami 'jet lag' alias gegar budaya.
Setidaknya membutuhkan waktu 10 tahun bagi umat manusia untuk beradaptasi dengan perilaku dan peradaban baru seperti sekarang ini.
"Minimal 10 tahun ini untuk pandemi seperti sekarang ini. Tapi kita enggak bisa menjamin apalagi kita sangat tergantung kepada vaksinasi, dengan targer pencapaian herd immunity. Penduduk Indonesia saja ada 270 juta, sementara kita vaksin cuma punya berapa, kita tunggu herd immunity tercapai," kata Etnografer Evi Aryati Arbay saat berbincang dengan Tribunnews.com, Senin(20/9/2021).
Namun, ujar Evi, pemerintah memang tidak hanya mengandalkan program vaksinasi agar tercipta herd immunity.
Ada beberapa skenario salah satunya bagaimana menurunkan status pandemi menjadi endemi.
"Mungkin itu jalan tengahnya yang mana vaksin dulu dikedepankan," ujar Evi. Pandemi covid-19 seperti sekarang ini lanjut Evi memang efeknya sangat luar biasa.
Jadi kata dia tidak hanya berdampak kepada kunjungan wisata ekonomi dan lain-lain, tetapi juga kepada peradaban manusia.
Karena itu lanjut dia masyarakat harus kuat mental menghadapi perubahan peradaban manusia mendadak seperti sekarang ini.
"Kalau bicara peradaban dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern, penggunaan tools teknologi lebih dominan daripada sebelummya," ungkapnya.
"Interaksi antar mamusia mesti bisa ketemu dengan virtual life, perlu adaptasi tools digital atau virtual, mau enggak mau dipaksa menggunakannya, hidup seperti itu sekarang juga ada real life and virtual life."
"Saya yakin ini berpengaruh dan melelahkan juga. Karna terlalu lama hidup virtual lebih capai daripada kehidupan riil. Mental harus kuat," ujar Evi.
Etnografer yang mendalami studi tentang masyarakat Papua ini juga menjelaskan saat ini juga ada gap jauh antara kalangan muda, remaja dengan kalangan tua.
Mereka kalangan muda mungkin bisa beradaptasi dengan kondisi seperti sekarang ini dimana seluruh kegiatan dilakukan dengan teknologi digital.
"Untungnya kalau anak muda bisa beradaptasi dengan teknologi mungkin orangtua ada gap. Indonesia rasanya cukup bisa mengejar meski terseok-seok karena secara infrastruktur belum memadai, beberapa jaringan suka down sementara. Buat orang meskipun efek kita terlalu tergantung karena mesti memikirkan," ujarnya.
GridPop.ID (*)