Jika penebalan mencapai ukuran tertentu, perlu diwaspadai kemungkinan bayi lahir akan menderita keterbelakangan fisik dan mental (Down syndrome).Kedua, pada usia kandungan 18-20 minggu untuk mendeteksi tulang hidung bagian atas. Ini juga memastikan ada tidaknya sindrom Down karena pada usia kehamilan ini penebalan kulit tengkuk pada janin sudah hilang. Ketiga, pada usia 32-34 minggu. Tahap ini melihat normal tidaknya organ tubuh, seperti ginjal. Konsultan Feto Maternal (subspesialis dokter kebidanan dan kandungan), Didi Danukusumo, pada makalahnya ”Advanced Maternal Age dan Risiko Penyulit Kehamilan pada Ibu dan Janin”, menyebutkan, makin tinggi usia kehamilan, makin tinggi pula risiko kelainan janin akibat kelainan kromosom. Salah satu wujud kelainan kromosom itu adalah sindrom Down. Kelainan kromosom itu juga menyebabkan sindrom lain, seperti sindrom Patau dan sindrom Edward, yang menimbulkan berbagai kelainan fisik, organ, dan mental janin sesudah dilahirkan.Data American Journal of Human Genetics Volume 30 (1998), sindrom Down berpotensi pada 1 di antara 885 anak yang dilahirkan saat ibu berusia 30 tahun. Jika ibu melahirkan pada usia 49 tahun, potensi sindrom Down jadi 1 di antara 12 anak. Meski demikian, umur melahirkan bukan faktor tunggal pemicu kelainan kromosom. Pemicu lain adalah infeksi, paparan radiasi, dan genetik. Bila ada kelainan kromosom, sebagian dokter menyarankan menggugurkan janin karena faktor kemanusiaan. ”Alasan medik membolehkan. Namun, keputusan pada orangtua,” kata dokter spesialis anak, Firmansyah B Rifai. Pasal 75 Ayat 2 UU No 36/2009 tentang Kesehatan, larangan aborsi dapat dikecualikan, salah satunya indikasi kedaruratan medis, misalnya janin menderita penyakit genetik berat/cacat bawaan yang tak dapat diperbaiki hingga menyulitkan bayi di luar kandungan.
GridPop.ID (*)