GridPop.ID - Setiap wanita tentu merasa bahagia jika dinyatakan hamil.Pasalnya, wanita tersebut kaan segera menjadi seorang ibu setelah melahirkan bayinya.Namun, wanita ini dihadapkan pilihan sulit saat dirinya mengandung sang buah hati.Pasalnya, dirinya diberi opsi untuk melakukan aborsi alias menggugurkan bayi dalam kandungannya atau mempertahankannya.Hal itu diungkapkan dokter karena janin yang dikandung wanita ini bakal terlahir dalam kondisi cacat.Dilansir dari pemberitaan intisari online, peristiwa ini menimpa pasangan suami istri Sara Heller dan suaminya Chris beberapa tahun silam.Awalnya mereka bahagia ketika mengetahui ketika tak lama lagi mereka akan memiliki anak.Mereka juga sudah merencanakan akan memberi nama anak mereka Brody, namun suatu ketika suatu kenyataan mengejutkan harus mereka terima.Suatu ketika saat melakukan ultrasonografi pada minggu ke-24 mereka diberitahu kenyataan memilukan dari dokter.Dikatakan bahwa anak dalam kandungan Sara mengalami komplikasi, para dokter kemudian menganjurkan untuk menggugurkan bayinya.
Dokter juga mengatakan kepada mereka bahwa bayinya akan lahir dalam kondisi deformasi yang bisa menyebabkan masalah kesehatan.Untuk itulah sekali lagi dokter menanyakan apakah mereka masih ingin menjaga dan menerima bayinya dalam kondisi apa adannya.Bagi Sara dan Chris, hal itu tak mengurangi sedikitpun niatnya untuk tetap menjaga bayinya.Mereka tak peduli jika nanti anaknya terlihat berbeda, dan siap menerima apapun kondisi bayinya."Tidak apa-apa kami bangga pada bayi ini bagaimanapun situasinya," kata Sara, katanya pada HeartEternal.Saat bayinya lahir memang benar, anak tersebut memiliki kelainan bibir sumbing, untuk itulah berarti Brody membutuhkan perawatan ekstra.
Pasalnya bibir sumbing ini, menyulitkan bayi untuk makan, minum, tersenyum dan juga bernafas.Namun, ketika banyak saran muncul Sara juga mengatakan bahwa ia menerima bantuan 1.000 dolar As sekitar Rp14 juta dari orang asing dengan menyelipkan catatan "untuk bayi yang cantik."
Uang itu akhirnya digunakannya untuk biaya pengobatan Brody dan operasi untuk mengobati bibirnya.
Deteksi Cacat Bawaan dengan UltrasonografiDianisr dari laman kompas.com, kehamilan pada usia pertengahan 30-40 tahun meningkatkan risiko ibu dan janin. Potensi cacat bawaan janin yang menyertai kehamilan risiko tinggi itu dapat dideteksi dengan teknik ultrasonografi. ”Seharusnya terdeteksi USG dua dimensi sebab itu golden standard untuk mengecek ada tidaknya kelainan,” kata dokter spesialis kebidanan dan kandungan Nurwansyah seusai ”Seminar Dokter: Updates in Maternal-Fetal Medicine”, di RS Premier Bintaro, Tangsel, Sabtu (6/4/13). Penggunaan USG tiga dimensi atau USG empat dimensi disarankan untuk deteksi lanjut melihat keseluruhan cacat bawaan. Namun, semua bergantung pada kemampuan dan ketelitian petugas yang mendiagnosis USG. Menurut Nurwansyah, deteksi cacat bawaan dengan teknik USG perlu minimal tiga kali. Pertama, pada usia kehamilan 10-12 minggu untuk melihat ada-tidaknya penebalan kulit tengkuk janin.
Jika penebalan mencapai ukuran tertentu, perlu diwaspadai kemungkinan bayi lahir akan menderita keterbelakangan fisik dan mental (Down syndrome).Kedua, pada usia kandungan 18-20 minggu untuk mendeteksi tulang hidung bagian atas. Ini juga memastikan ada tidaknya sindrom Down karena pada usia kehamilan ini penebalan kulit tengkuk pada janin sudah hilang. Ketiga, pada usia 32-34 minggu. Tahap ini melihat normal tidaknya organ tubuh, seperti ginjal. Konsultan Feto Maternal (subspesialis dokter kebidanan dan kandungan), Didi Danukusumo, pada makalahnya ”Advanced Maternal Age dan Risiko Penyulit Kehamilan pada Ibu dan Janin”, menyebutkan, makin tinggi usia kehamilan, makin tinggi pula risiko kelainan janin akibat kelainan kromosom. Salah satu wujud kelainan kromosom itu adalah sindrom Down. Kelainan kromosom itu juga menyebabkan sindrom lain, seperti sindrom Patau dan sindrom Edward, yang menimbulkan berbagai kelainan fisik, organ, dan mental janin sesudah dilahirkan.Data American Journal of Human Genetics Volume 30 (1998), sindrom Down berpotensi pada 1 di antara 885 anak yang dilahirkan saat ibu berusia 30 tahun. Jika ibu melahirkan pada usia 49 tahun, potensi sindrom Down jadi 1 di antara 12 anak. Meski demikian, umur melahirkan bukan faktor tunggal pemicu kelainan kromosom. Pemicu lain adalah infeksi, paparan radiasi, dan genetik. Bila ada kelainan kromosom, sebagian dokter menyarankan menggugurkan janin karena faktor kemanusiaan. ”Alasan medik membolehkan. Namun, keputusan pada orangtua,” kata dokter spesialis anak, Firmansyah B Rifai. Pasal 75 Ayat 2 UU No 36/2009 tentang Kesehatan, larangan aborsi dapat dikecualikan, salah satunya indikasi kedaruratan medis, misalnya janin menderita penyakit genetik berat/cacat bawaan yang tak dapat diperbaiki hingga menyulitkan bayi di luar kandungan.
GridPop.ID (*)