Sekira pukul 12.00 WIb, seluruh puing di atas tubuh siswi yang masih duduk di bangku SMP itu berhasil diangkat.
“Tapi sewaktu kami mau angkat (tubuhnya) ternyata tangan kanannya masih tertumpuk beton, makanya dari selepas shalat Jum’at kami berusaha ngeluarin tangan sebelah kanannya,” ungkap Nirawan.
Siang itu, satu unit crane sudah dipersiapkan untuk mengangkat tiang beton tower PDAM yang ambruk.
Namun, setelah didiskusikan, evakuasi beton akhirnya dibatalkan karena risikonya cukup tinggi.
“Khawatir runtuh lagi karena tiang beton yang ambruk itu hanya tersangga rumah,” bebernya.
Evakusi pun dilanjutkan secara hati-hati dengan menggunakan alat pemotong. Nirawan sangat salut kepada korban yang tak menangis ataupun mengeluh sedikitpun selama proses evakuasi.
Korban hanya meminta minum karena dehidrasi. Hanya saja, tim medis melarang korban untuk minum sementara evakuasi berlangsung karena khawatir saluran pernapasannya tersumbat.
“Jadi kita cuma beri bantuan oksigen dan mengoleskan madu di bibir korban”.
Perjuangan Nirawan dan sejumlah rekannya pun akhirnya berbuah manis.
Seluruh bagian tubuh korban berhasil dievakuasi dari reruntuhan beton setelah lima jam.
Korban tidak menderita luka berat sama sekali, hanya lecet dan memar di bagian tangan kanannya.
Para petugas damkar tampak saling berpelukan usai menyelesaikan misi penyelamatan itu. Air mata pun jatuh turun membasahi pipi mereka.
“Momen tadi itu kami dapat momen kekompakan antar teman, sampai bisa (evakuasi). Awalnya kami merasa pesimis. Kalau lihat realitanya, bongkahan beton yang menimpa korban sangat besar sementara alat yang kami pakai kecil, tetapi kami tidak akan pernah menyerah,” tegas Nirawan.