GridPop.ID - Menjadi seorang tenaga kesehatan (nakes) di masa pandemi Covid-19 sepertinya bukan hal mudah bagi Fentia Budiman.
Salah seorang mantan perawat relawan di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran itu mengaku mendapatkan banyak cobaan.
Termasuk stigma negatif dari pasiennya sendiri hingga ogah mendapatkan perawatan darinya karena dianggap pembawa penyakit.
Begini ceritanya.
Kepada PARAPUAN, perempuan yang akrab disapa Fen ini bercerita bahwa banyak sekali tantangan yang dihadapinya selama mengemban tugas sebagai garda depan Covid-19.
“Jadi, pandemi ini adalah pukulan terberat untuk kami yang bekerja di sektor kesehatan karena angka peningkatan jumlah pasien Covid-19 dengan jumlah tenaga kesehatannya itu timpang banget,” cerita perempuan berusia 27 tahun itu saat dihubungi.
Selain harus beraktivitas dan merawat pasien dalam balutan Alat Pelindung Diri (APD) dan terpaksa membatasi mobilitas sehari-hari, ia juga sempat mengalami stigma negatif dari pasien.
“Belum lagi bagaimana kita harus menghadapi stigma dari pasien dan berbagai masalah lain, di mana kita harus sangat siap,” tuturnya.
Saat pertama kali Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran dibuka dan Fen bertanggung jawab untuk mengurus pasien, ia mengalami hal tidak mengenakkan.
Kala itu, cerita Fen, seorang pasien menyuruhnya untuk tidak mendekat dan menyebutnya sebagai pembawa virus.
Padahal, ia harus merawat pasien yang sudah terpapar Covid-19 itu.
“Saya pernah mendapatkan stigma dari pasien. Ketika saya masuk (ruangan) dengan APD lengkap, dia bilang, “Jauh-jauh dari saya”. Katanya ners itu membawa virus. Itu pertama kali, saat Wisma Atlet baru buka,” ujar alumnus Universitas Sam Ratulangi itu.
Menanggapi hal tersebut, Fen pun dengan sabar menjelaskan kepada pasien tersebut bahwa ia harus merawatnya agar pasien itu dapat segera pulih.
Pada akhirnya, pasien itu bisa menerima penjelasannya, tetapi tetap meminta Fen dan perawat lainnya untuk menjaga jarak darinya.
“Akhirnya kita mencoba menjelaskan pada pasien bahwa jika saya tidak melayani dia, maka bagaimana saya bisa membantu penyembuhannya? Jadi akhirnya dia bisa menerima, namun tetap saat itu mereka minta kita untuk jaga jarak,” imbuhnya.
Menurut Fen, kondisi Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran saat itu benar-benar kacau.
Fen juga bercerita bahwa dua orang perawat harus melayani sebanyak 60 sampai 70 pasien lantaran kurangnya sumber daya tenaga kesehatan.
“Jadi saat itu stres karena banyaknya orang, kemudian mendapatkan dampak stigma dari pasien. Tapi ya sudahlah, akhirnya kita juga tetap menikmati pekerjaan itu selama di Wisma Atlet,” lanjutnya.
Kawan Puan, meskipun memiliki tugas yang mulia dan peran yang sangat penting selama pandemi Covid-19, tak sedikit tenaga kesehatan yang mengalami stigma negatif.
Fentia Budiman hanyalah satu dari sekian banyaknya tenaga kesehatan (nakes) yang memiliki pengalaman tidak mengenakkan ini.
Alih-alih memberikan stigma negatif kepada mereka yang sudah berjuang di tengah pandemi, kita sebaiknya mengapresiasi mereka atas kerja kerasnya, ya!
Artikel telah tayang di Parapuan.co dengan judul "Cerita Fentia Budiman Soal Stigma yang Didapat Jadi Nakes Garda Depan"
GridPop.ID (*)