GridPop.ID - Bagi pasangan yang sudah menikah, memiliki buah hati mungkin menjadi kebahagiaan tersendiri.
Keluarga kecil yang semula terasa sepi akan jadi ramai karena kelahiran buah hati.
Namun, tidak semua pasangan beruntung akan hal itu.
Bahkan seorang suami di Tiongkok menuntut istrinya karena 13 tahun menikah tidak kunjung memberinya keturunan.
Melansir dari Saostar, seorang suami bermarga Li dan istrinya, Vuong telah menikah pada tahun 2008.
Vuong merupakan seoang janda dan telah memiliki seorang putri.
Paska pernikahan, kehidupan Li dan istrinya itu cukup tentaram dan bahagia, tetapi yang membuat Li khawatir adalah dia tidak sabar melihat kehadiran seorang bayi dari pernikahan mereka.
Belakangan Li mengetahui bahwa istrinya telah melakukan tubektomi dalam pernikahan dengan suami pertamanya.
Tubektomi adalah suatu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara memotong, mengikat, atau menutup tuba falopi wanita.
Li dan ibunya berulang kali meminta Vuong untuk menjalani operasi agar mengembalikan kesuburannya. Tetapi Vuong bersikeras menolaknya.
Meski tak ingin memiliki anak, Vuong berjanji akan hidup dengan suaminya itu sampai tua.
Hubungan keduanya juga baik, sehingga sang suami menerima kenyataan bahwa istrinya tidak akan memiliki anak lagi.
Ia pun rela membesarkan anak tiri seperti anaknya sendiri. Namun, jauh di lubuk hatinya, dia masih ingin memiliki anak dari darahnya sendiri.
Ketika putri tirinya mencapai usia dewasa, dengan alasan perselisihan emosional, Vuong dua kali meminta cerai dari suaminya pada tahun 2019 dan 2021.
Melihat situasi ini, Li meminta istrinya untuk membayar biaya kerugian semuanya sebesar 150.000 yuan (Rp 335 juta) selama lebih dari 10 tahun menikah.
Meski itu awalnya hanya ancaman untuk istrinya agar mengurunkan niat cerai, tetapi Vuong masih saja bersikeras untuk bercerai.
Hal itu membuat Li dan orang tuanya sangat sedih.
Tak tahan lagi menlihat situasi tersebut Li menggugat istrinya ke pengadilan.
Pada bulan Desember 2021, Pengadilan Rakyat Distrik Dong Nam, Kota Chongqing, China menolak gugatan Li.
Pengadilan menyatakan bahwa kelahiran anak bukanlah hasil yang tak terelakkan dari pernikahan, dan wanita bukanlah alat untuk menghasilkan keturunan.
Warga negara memiliki hak untuk memiliki anak, dan pada saat yang sama memiliki kebebasan untuk memilih atau tidak memiliki anak.
Menurut undang-undang China, suami dan istri memiliki hak yang sama dalam hal reproduksi.
Ketika terjadi konflik, pihak laki-laki tidak boleh menuntut haknya bertentangan dengan kehendak pihak perempuan.
Perempuan diprioritaskan oleh hukum untuk melindungi hak-haknya jika terjadi konflik.
Dari perspektif pembagian sosial dan struktur fisiologis, perempuan tidak hanya mengambil tanggung jawab lebih untuk merawat dan membesarkan anak, tetapi kehamilan, persalinan, dan menyusui semua ditanggung oleh perempuan sendiri.
Oleh karena itu, perempuan diprioritaskan oleh hukum untuk melindungi hak-haknya ketika konflik muncul.
Ketika keputusan pengadilan dibuat, mayoritas pendapat menyatakan setuju.
Namun, ada juga yang mengkritik Vuong jika tidak ingin punya anak, dia perlu membuat pernyataan dengan suaminya sejak awal agar keduanya bisa sepakat.
GridPop.ID (*)